Senin, 08 Maret 2010

sekilas thoriqoh

sekilas thoriqoh
PENGERTIAN THORIQOH
Secara bahasa Thoriqoh berarti : Jalan, cara, metode, system, mazhab, aliran, haluan, tiang tempat berteduh, yang mulia dan yang mulia dari kaum, dan lain-lain.
Menurut istilah Tasawuf,Thoriqoh berarti: Perjalanan seorang salik (pengikut thoriqoh) menuju Tuhan dengan cara menyucikan diri.Thariqah juga berarti perjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu,orang yang melakukan thoriqoh tidak dibenarkan meninggalkan syari’at, bahkan pelaksanaan thoriqoh merupakan pelaksanaan syari’at agama.
Imam Malik RA. Berkata dalam kitab Tanwirul Qulub halaman 408.
مَنْ تَشَرَّعَ وَلَمْ يَتَحَقَّقْ فَقَدْ تَفَسَّقَ وَمَنْ تَحَقَّقَ وَلَمْ يَتَسَرَّعْ فَقَدْ تَزَنْدَقَ وَمَنْ جَمَعَ بَيْنَهُمَا فَقَدْ تَحَقَّقَ
Artinya: Barang siapa melaksanakan syari’at tanpa di sertai thoriqoh hukumnya adalah fasiq, dan barang siapa hanya melakukan toriqoh saja tanpa disertai dengan syari’at hukumnya adalah kafir zindiq, dan barang siapa yang melakukan kedua-duanya (syari’at dan thoriqoh) maka dia akan sampai pada derajat hakikat (Whusulul ilaAlloh).
قَالَ الشَّيْخُ نَجْمُ الدِّيْنِ اَلْكِبْرِىْ : اَلشَّرِيْعَةُ كَالسَّفِيْنَةِ وَالطَّرِيْقَةُ كَاْلبَحْرِ وَلْحَقِيْقَةُ كَالدُّرّ ِفَمَنْ أَرَادَ الدُّرّ َرَكِبَ ِفيْ السَّفِيْنَةِ ثُمَّ شَرَعَ ِفيْ اْلبَحْرِ ثمُ َّوَصَلَ ِالىَ الدُّرّ ِفَمَنْ تَرَكَ هٰٰذَا التَّرْتِيْبَ َلا يَصِلُ اِلىَ الدُّر ِ
Artinya: Syari’at itu bagaikan perahu, thoriqoh bagaikan laut dan hakikat itu bagaikan intan/permata yang berada di tengah lauatan, barang siapa mengiginkan intan permata itu maka dia harus naik perahu dan berlayar ke tengah lautan kemudian menyelam ke dasar laut, maka dengan cara itulah dia akan menemukan intan permata. Dan barang siapa meninggalkan urutan/tata cara ini maka dia tidak akan sampai dan tidak akan menemukan sebuah intan/permata.
Diterangkan dalam kitab Jamiul Ushul Fil Auliya’ Wa Anwa’ihim hal. 75-76.
Melakukan thoriqoh harus dibimbing oleh guru yang disebut Mursyid atau Syekh, tidak bisa sembarangan. Syekh inilah yang bertanggung jawab terhadap murid-muridnya. Ia mengawasi murid-muridnya dalam kehidupan lahiriyah serta rohaniyah. Bahkan seorang Syekh adalah sebagai perantara (robithoh) antara murid dengan Tuhan dalam beribadah. Karena itu seorang Syekh haruslah sempurna suluk-nya dalam ilmu syari’at dan hakikat menurut Al-Qur’an, Hadits, dan Ijma’.

Jumat, 05 Maret 2010

Kewajiban kepada Rasul SAW.

Kewajiban Terhadap Rasulullah SAW hadits


Seorang muslim yang mengikrarkan syahadat berarti telah yakin bahwa Nabi Muhammad SAW maka,tentu saja dia harus mengetahui kewajibannya terhadap Rasulullah shallallahu Kewajiban kewajiban itu al:

1.Beriman kepada Beliau

Iman kepada para rasul merupa kan salah satu rukun iman yang harus diyakini oleh setiap muslim. Allah swt berfirman,

Dalam ayat yang lain,
�Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk. (QS. 7:158)

Termasuk iman kepada Rasulullah SAW.adalah membenarkan dengan tanpa keraguan bahwa risalah dan kenabiannya adalah haq dari Allah SWE, dan mengamalkan segala tuntutannya. Membenarkan semua ajaran yang beliau bawa, dan yakin bahwa semua berita dari Allah yang beliau sampaikan adalah benar. Allah SWT berfirman,
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya(QS. an-Nisaa:136)

2. Mencintai Rasul

Beliau bersabda,
"Tidak beriman salah seorang di antara kalian sehingga aku lebih dia cintai daripada bapaknya, anaknya dan seluruh manusia." (HR. al-Bukhari)

Tatkala mendengar ini, Umar ra. berkata kepada Rasulullah SAW. "Sungguh engkau lebih aku cintai dibanding segala sesuatu kecuali diriku." Maka Nabi SAW.bersabda, "Tidak demikian, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sehingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri." Maka Umar berkata, "Demi Allah sesungguhnya engkau sekarang lebih aku cintai daripada diriku sendiri." Maka Nabi SAW. menjawab, " Sekarang hai Umar,(telah sempurna imanmu)."

3. patuh

Taat kepada Rasulullah SAW. merupakan salah satu kewajiban seorang muslim, sebagaimana disebutkan di dalam al-Qur'an, artinya,
Hai orang-orang yang beriman, ta'atlah kepada Allah dan ta'atlah kepada rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu" (QS. 47:33)

Dalam ayat yang lain disebutkan,
Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling daripada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintahnya). (QS. 8:20)

Rasulullah SAW. juga telah bersabda, bahwa taat kepada beliau merupakan sebab seseorang masuk surga. Orang yang taat kepada Rasulullah SAW. pada hakikatnya taat kepada Allah.

4.Ittiba' (mengikuti)

Allah SWT. memberitahukan bahwa ittiba' kepada Rasulullah shallallahu SAW. merupa kan bukti cinta seorang muslim kepada Allah SWT. Dia berfirman, artinya,
Katakanlah, "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 3:31)

5.Meneladani sikap

Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW.untuk meneladani para nabi dan rasul sebelum beliau. Dan kita diperintahkan untuk meneladani Rasulullah SAW., sebagimana firman Allah SWT.
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. 33:21)

6. Memuliakan dan Menghormati

Wajib bagi setiap muslim untuk memuliakan dan menghormati Rasulullah SAW. sesuai kedudukannya, dengan catatan tidak mengangkatnya hingga sampai derajat ketuhanan. Mengagungkan beliau adalah mengagungkan segala sesuatu yang terkait dengan beliau, seperti nama beliau, hadits, sunnah, syari'at, keluarga dan juga para sahabat beliau.

Termasuk memuliakan Nabi SAW.adalah tidak lancang terhadap beliau dan tidak mengeraskan suara di hadapan beliau. Allah SWT.berfirman,
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata padanya dengan suara keras sebagai mana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari. (QS. al-Hujurat:1-2)

Di dalam ayat di atas Allah SWT. melarang kita mengeraskan suara di hadapan Nabi SAW. bahkan harus merendahkan suara dalam berbicara, dengan penuh adab, lembut, hormat dan pengagungan. Orang yang tidak perhatian terhadap hal ini dikhawatir kan amalnya akan gugur tanpa dia sadari. Ini dikarenakan Nabi shallallahu SAW. adalah lain daripada yang lain, tidak seperti lazimnya manusia.

Para ulama mengatakan bahwa mengeraskan suara di sisi kubur Rasulullah SAW.adalah dibenci, sebagaimana hal itu dilarang ketika beliau masih hidup, sebab beliau itu terhormat ketika hidup dan mati.

7. Rindu Nasihat Rasul

Nasihat secara bahasa artinya menghendaki kebaikan, sehingga ketika seorang muslim menasehati saudaranya berarti dia ingin agar saudaranya itu menjadi baik.

Adapun nasehat untuk Rasulullah SAW.ketika beliau masih hidup adalah dengan mengerahkan segala upaya untuk taat kepada beliau, menolong dan membantu beliau, membelanjakan harta jika beliau memerintahkan dan berlomba-lomba mencintai beliau. Dan setelah beliau meninggal dengan cara berusaha mempelajari sunnah, akhlaq dan adab beliau. Mengagungkan perintah-perintah beliau dan konsisten dalam menjalankannya. Membenci dan marah kepada orang-orang yang menyelisihi sunnah beliau, mencintai orang yang ada ikatan kekerabatan, perbesanan, pertalian hijrah, dan persahabatan dengan beliau, setia kepada beliau dan memusuhi orang yang memusuhi beliau.

8.Mencintai Ahli Bait dan Shahabat Beliau

Mencintai Ahli Bait dan Shahabat Nabi SAW.merupakan bagian dari cinta kepada Nabi SAW. dan merupakan cinta yang wajib. Maka barang siapa yang membenci ahli bait atau shahabat beliau yang telah diridhai Allah SWT.maka berarti telah membenci Nabi SAW. karena cinta kepada beliau berkaitan erat dengan cinta kepada mereka.

Nabi SAW.bersabda mengenai paman beliau al-Abbas radhiyallahu anhu yang merupakan salah seorang ahli bait beliau, "Barang siapa menyakiti pamanku, maka dia telah menyakitiku." Dan tentang Aisyah Ummul Mukminin radhiyallahu anha beliau bersabda, "Janganlah kalian menyakitiku dalam hal Aisyah."

Tentang para shahabat, maka beliau bersabda,
"Janganlah kalian mencaci-maki shahabatku, seandainya salah seorang dari kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, maka tidak akan sampai kepada (derajat) mereka, bahkan meski hanya setengahnya." (HR. al-Bukhari dan Muslim)

9.Bershalawat kepadanya

Allah SWT.memerintahkan orang- orang mukmin untuk bershalawat kepada Nabi SAW. dalam firman-Nya,
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS. 33:56)

Bershalawat kepada Nabi SAW.merupakan kewajiban setiap mukmin, yaitu dengan mengucapkan shalawat dan salam sekaligus, tidak shalawat (shallallahu 'alaihi) saja atau hanya salam saja ('alaihis salam), namun shallallahu 'alaihi wa sallam.

Demikianlah yang diperintahkan Allah SWT.kepada kita sesuai ayat di atas. Bershalawat kepada Nabi SAW.memiliki keutamaan yang besar dan amat banyak sebagaimana disebutkan dalam banyak hadits shahih.

Mengenal Nafsu

Macam macam Nafsu :
Nafsu Amarah
“Sesungguhnya nafsu amarah itu senantiasa membawa sesuatu yang buruk dan menggelincirkan.” Nafsu amarah cenderung mendapatkan kesenangan jasmaniah, sekedar untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah. Sebagai contoh nafsu amarah adalah marah.
Nafsu Lawamah
Dalam nafsu lawamah ini sudah timbul penyesalan, walaupun penyesalan itu datangnya belakangan. Ketika mengerjakan sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT maka akan mulai timbul penyesalan atas pelaksanaan tersebut. Pekerjaan yang dilarang masih sering dikerjakan namun terkadang suatu ketika menyadari bahwa kegiatan itu dilarangNya.
Nafsu Mutmainah
Nafsu ini merupakan nafsu yang kosong dari sifat-sifat tercela. Sifat-sifat jelek sudah mulai dapat dihilangkan, dan mulai mengerjakan solat sunah, berdzikir, wirid. Orang yang dikuasai nafsu mutmainah sudah belajar untuk istiqomah dan beramal soleh dan mulai meninggalkan hal-hal yang dilarang Allah.
Nafsu Mulhamah
Orang-orang pada tingkatan nafsu ini jiwanya sudah diilhami dari ilmu-ilmu yang langsung dari Allah. Sifat-sifatnya antara lain kalaah, sarofah dan sifat sabar yang melebihi orang lain dan mudah bersyukur. Sabar dan syukur merupakan hal yang sulit disatukan, karena sabar biasanya bagi orang-orang yang sedang dilanda musibah. Jika dia bias bersabar dan masih bias bersyukur maka itu merupakan hal yang sangat luar biasa.
Nafsu Rodiah
Merupakan nafsu dimana orang yang memilikinya selalu ridho kepada Allah SWT. Segala sesuatu keputusan Allah baik hal yang baik maupun yang buruk selalu diterima dengan ridho.
Nafsu Mardhiyah
Merupakan nafsu yang diridhoi Allah ketika kita kembali kepada Allah SWT. Dan nafsu inilah yang sangat diidamkan oleh setiap muslim untuk dapat dikuasai ketika kembali kepada Allah.
Nafsu Kamilah
Merupakan sifat kesempurnaan bagi manusia. Jiwa dengan Allah sudah menyatu. Sebagai contoh adalah nafsu kamilah ini sudah dikuasai oleh Ali bin Abi Thalib, ini terbukti ketika Ali sedang solat dan terkena anak panah, Ali tetap khusu’ dalam solatnya walaupun seseorang sudah mencabut anak panah tersebut. Komunikasi dengan Allah yang begitu nikmat sehingga menyebabkan apapun yang terjadi tidak dirasakan lagi. Dan nafsu ini hanya dikaruniakan Allah kepada umatnya yang bertaqwa

Jumat, 26 Februari 2010

Biografi KH.Hasan Thuba Muhammad

Kehidupan awal.

KH.Hasan Thuba Muhammad lahir di desa Arjawinangun (tepatnya di blok pesantren) kabupaten Cirebon Jawa Barat.Menurut buku harian ayahnya,tercatat beliau lahir pada hari Sabtu Pahing jam 11.30 siang tgl 4 Dzulhijjah 1369.bertepatan dengan tanggal 9 Agustus 1950 dari pasangan Muhammad dan Ummu Salmah,putri KH.Syathori pengasuh pondok pesantren Arjawinanngun Cirebon Jawa Barat.Sementara ayahnya,K.Muhammad adalah putra H.Asyrofuddin dan Zainab,Menurut keterangan bahwa Asyrofuddin adalah seorang keturunan Gujarat India yang hijrah ke semarang.

KH.Hasan Thuba adalah putra pertama dari delapan bersaudara.Mereka adalah :

1. KH.Hasan Thuba Muhammad, pengasuh PP. Raudlah at Thalibin Tanggir Jawa Timur
2. KH.Drs.Husein Muhammad, pengasuh Pesantren Dar al Tauhid Cirebon
3. KH.Dr. Ahsin Sakho Muhammad, pengasuh Pesantren Dar al Tauhid Cirebon
4. Ny.Hj.Ubaidah Muhammad, pengasuh Pesantren Lasem Jawa Tengah
5. KH.Mahsun Muhammad MA. pengasuh Pesantren Dar al Tauhid Cirebon
6. Ny.Hj.Azzah Nur Laila, pengasuh pesantren HMQ Lirboyo Kediri
7. KH.Salman Muhammad, pengasuh Pesantren Tambak Beras Jombang Jawa Timur
8. Ny.Hj.Faiqoh, pengasuh pesantren Langitan Tuban Jawa Timur

Semua saudara beliau yang menjadi pengasuh di banyak pesantren menunjukkan bahwa mereka merupakan keturunan keluarga yang peduli terhadap pendidikan agama dan Pesantren. Hal ini bisa dilihat dari figur kakek mereka KH Syathori yang giat memperjuangkan pendidikan dengan menggunakan sistem pendidikan madrasah, padahal pada waktu itu sistem pendidikan madrasah belum banyak digunakan oleh pesantren.(Almira blogspot)

Hidup di lingkungan dan keluarga pesantren yang penuh dengan nuansa religious, membuat Hasan kecil merasa berkepentingan untuk tekun mengaji dan cenderung meniru sifat dan kepribadian kakek,ayah dan paman pamannya terjun dalam dunia pendidikan,sehingga jiwa agamis dan keilmuan mulai terbentuk dalam jiwa Hasan kecil dengan sendirinya .
Masa kecil

Sebelum memasuki usia SD,orang tuanya diam diam telah memperkenalkan dunia pesantren,kehidupan santri dengan sentuhan kisah kisah para rasul dan para salaf sholih (Ayahnya,K.Muhammad seringkali menjadi pusat kerumunan anak anak karena keahliannya dalam berkisah dan ketekunannya membuat nadzam)sehingga seringkali Hasan kecil mulai merespon dan tertarik dengan dunia ini (pesantren), seringkali Hasan kecil minta mesantren jika besar nanti.Semangat ini semakin menyala dengan seringnya dia berkumpul dan berbaur dengan para santri kakeknya,diam di bilik bilik santri,tidur bersama dan kadang kadang makan satu nampan bersama mereka.

Dengan kasih sayang,ketelatenan dan kesabaran, orang tuanya memperkenalkan huruf huruf arab, membunyikan, mengeja huruf demi huruf,memperkenalkan methode baca al-qur’an al-Baghdady (semacam iqro’ sekarang ) menyuruhnya mengaji Juz ‘Amma (turutan) kepada KH.Mahfudz Thoha,menantu KH.Syathori (paman).

Tercatat dalam buku harian ayahnya, Hasan kecil mengkhatamkan juz ‘amma pada usia 13 tahun dan diwisuda pada tanggal 2 Agustus 1963 M/12-3-1383 H. bersama pamannya, Ibnu Ubaidillah misanannya,Dahlan Baidhawi dan adiknya,Husein Muhammad.

Masa belajar.

Hasan memulai pendidikan formalnya di SR (sekarang SD.AWN 1 ) di pagi hari dan Madrasah Ibtidaiyyah wathoniyah pada sore hari. Dua lembaga itu dia ikuti dalam tahun yang bersamaan,sehingga pada tahun yang sama pula dia telah tamat dari dua lembaga.Tercatat,Hasan tamat SR pada 17 Juli 1963.satu bulan sebelum wisuda juz ‘amma.

Setamat SD dan MI,Hasan melanjutkan pendidikannya ke SMPN Arjawinangun selama 3 tahun.Disinilah dia mengenal banyak ilmu ilmu umum,lebih banyak lagi mengenal warna kehidupan dan watak orang lain karena di sekolah ini,disamping menampung anak anak dari kalangan muslim juga dari komunitas tionghoa.

Sebagaimana umumnya teman teman seusia,dia terlihat senang jika berkumpul dan bermain.terutama jika main sepakbola,termasuk di dalamnya pamannya,Ibnu Ubaidillah.

Dia juga aktif dalam kegiatan IPNU dan sering muncul dalam gabungan Drumband dengan KH.Ibnu sebagai Mayoret.dan bahkan sempat menjadi sekretaris IPNU Ranting Arjawinangun dari tahun 1965-1967

Ke Pesantren

Setamat SMP tahun 1967 Hasan pergi ke berbagai pondok di Jawa timur.Pondok pertama yang disinggahi adalah pondok pesantren Tebuireng Jombang Jawa timur dibawah asuhan KH.Yusuf Hasyim.namun nampaknya karena hanya mengaji sehingga hanya beberapa bulan saja dia disana.Selanjutnya dia pergi ke PP.Lirboyo Kediri Jawa Timur.

Di PP.Lirboyo, Hasan memulai belajar dengan memasuki kelas 1 Tsanawiyah (setingkat Aliyah sekarang) selama tiga tahun.Tidak puas dengan ilmu yang didapat di kelas, pada jam jam tertentu Hasan menyempatkan diri mengaji kepada KH.Mahrus Ali. jika saat saat libur (bulan Ramadhan),ketika teman temannya pulang kampung,Hasan bersama Ibnu justru memanfaatkan waktu untuk mengikuti ngaji pasaran sampai khatam dan baru pulang ke rumah ketika beberapa hari menjelang lebaran.Diantara pondok yang pernah dia kunjungi sebagai kegiatan extrakurikuler adalah sebuah pondok Pesantren di Ngunut Tulung Agung untuk ngaji pasaran Kitab Mahalli kepada KH.Ali Shodiq.

Setelah tiga tahun di Lirboyo (1967-1969),perjalanannya dilanjutkan ke Pondok Kaliwungu mengaji kepada banyak kiyai.diantaranya KH.Ahmad Badawi.KH.Dimyathi mengaji kitab Fathul Wahab.Kepada KH.Humed mengaji kitab Mahalli.KH.Abu Khoir mengaji Jawahirul Maknun.

Perjalanan selanjutnya adalah ke pondok Poncol Solotigo Jawa Tengah untuk mengaji kitab Shohih Muslim dan Sunan Abi Daud.Setelah khatam,pada kesempatan selanjutnya,selama dua kali ramadhan,hasan pergi ke Mranggen untuk pasaran kitab kitab Mahalli,Jam’ul Jawami dan ’Bidayatul Mujtahid.

Setelah ke beberapa pondok di jawa timur dan jawa tengah,Hasan, dengan restu orang tuanya memutuskan mesantren di PP.Raudhatutthalibin Tanggir Singahan Tuban Jawa timur yang kemudian menjadi tempat tinggalnya.

Tercatat, Hasan pergi ke Pondok Tanggir bersama pamannya,Ibnu Ubaidillah pada bulan Maulid th.1391 H.bertepatan dengan hari senin tanggal 20-5-1971 M. Di pondok ini,selain menimba ilmu dari KH.Mushlih (yang nantinya menjadi mertua beliau), pada tahun 1974,disamping menjadi sekretaris pondok,Hasan diangkat menjadi dewan guru Tsanawiyah dan aliyah Madrasah Miftahul huda atas mandat dari KH.Muslih setelah melihat potensi keilmuan yang dimilikinya. Pada tahun yang sama,hasan diangkat menjadi sekretaris pondok sampai 1976.Selanjutnya tugas Hasan adalah menyelesaikan tugas mengajar sampai tahun 1978.

Diantara kitab yang sempat beliau ikuti dari KH.Mushlih antara lain : kitab F.Wahab,Jamul Jawami’,Mughni al Labib,Tafsir Munir,Uqudul juman (yang menarik,Hasan dan Ibnu sama sama hapal nadzam ‘uqudul juman diluar kepala).Manhaj Dzawinnadzor.

Tahun 1978,masih bersama pamannya,Ibnu Ubaidillah,Hasan melanjutkan pendidikannya ke Mekkah al Mukarromah, tepatnya kepada Sayyid Muhammad al-Maliki.Seorang ulama besar yang teguh memegang prinsip prinsip ahlussunnah waljama’ah. Di sini Hasan mengaji kitab kitab baru yang tidak sempat dijumpai ketika mondok di dalam negeri,sehingga tentu saja Dia terlihat semakin serius menekuni ilmu agama.Seringkali dalam waktu waktu yang diizinkan pengasuh, Dia pergi ke Masjidil haram untuk sekedar mendengarkan pengajian (halaqah ilmiyah) yang digelar para ulama setempat,I’tikaf,membaca al-Qur’an termasuk juga untuk umroh, dan pada bulan bulan haji diapun bergabung bersama teman temannya dan jamaah haji yang lain untuk menunaikan rukun islam yang ke lima,ibadah haji.

Selama di Mekkah (di pesantren Sayyid) dia bertemu banyak pelajar Indonesia yang juga berburu ilmu dari Sayyid. Dengan ilmu yang didapat dari pondok pesantren selama di tanah air,Hasan dipercaya gurunya mengajar santri santri baru disamping menulis kitab kitab karya sayid yang telah diedit sebelumnya. Tahun 1982 Dia terpilih menjadi ketua Pelajar Indonesia di Mekkah dari tahun sampai th.1986. sampai tahun 1986

Yang menarik dari Hasan adalah Dia selalu bersama pamannya, Ibnu Ubaidillah. keduanya selalu bersama kemanapun,baik dari sama sama bermain masa anak anak,remaja,mesantren ke Tebuireng Jombang,Lirboyo,ngaji Pasaran ke Tulung Agung,ke Solo,Mranggen,tanggir,mengajar maupun berangkat ke Mekkah. hampir tak ada kegiatan akademis yang dilakukan sendiri sendiri.

Ditengah perjalanan menimba ilmu di Mekkah,baru satu tahun menikmati kehidupan kota Mekkah, Hasan harus tabah menerima kenyataan meskipun sangat pahit. pada bulan oktober 1979 Ayahnya dipanggil ke hadirat Allah swt.empat bulan berikutnya tepatnya pada hari kamis bulan Februari 1980 Allah mengujinya kembali dengan memanggil ibunya.Hanya dengan bekal tekad,Hasan harus membekali dirinya dengan kemandirian untuk bisa bertahan menjalani hari harinya di Mekkah, karena sudah tentu tak ada lagi support dari orang tuanya.surat surat dari orang tuanyapun tak akan lagi diterimanya,Teman akrabnya yang juga pamannya telah terlebih dulu pulang ke tanah air pada tahun 1980,hanya kemudian adiknya,Ahsin Sakho yang saat itu kuliah di Madinah University sering datang berkunjung ke Mekkah untuk sekedar berbagi pengalaman sebagai dua manusia yang senasib.

Kembali ke tanah air

Tahun 1986 Dia pulang ke tanah air dengan membawa banyak pengalaman hidup selama di Mekkah dan tentu saja bekal keilmuan yang Dia dapat selama lebih kurang 9 tahun (1978 – 1986).

Menikah.

Sepulang dari pengembaraannya mencari ilmu di Mekkah,Hasan mengabdikan diri di pesantren kakeknya di kampung halamannya,Arjawinangun Cirebon selama beberapa tahun sebelum ahirnya menikah dengan putri Gurunya,KH.Muslih (mbah Shoim) yang bernama Dra.Hj.Khodijah.pada hari kamis malam Jum’at tgl 19 September 1986 M. bertepatan dengan tgl 14 muharram 1406 H.

Tak ada seorangpun yang tahu dimana dia akan tinggal menjalani dan mengahiri hidupnya (...Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.QS.Luqman 34) termasuk juga Hasan.Desa kelahirannya yang sekian lama ditinggalkan dan yang telah lama pula menunggu kehadirannya harus rela melepas Hasan karena rupanya Allah SWT.telah menentukan Tanggir sebagai tempat tinggalnya, untuk meneruskan perjuangan mertuanya KH.Mushlih,mengajar dan mengelola madrasah sekaligus pondok puteri bersama istri tercinta.

Kesibukan.

Hari harinya diisi dengan mengaji dan mengaji berbagai macam kitab.mengajak santri santri konsisten dalam belajar ilmu agama,sehingga hampir seluruh waktunya tercurah untuk melayani santri.Waktu waktunya semakin padat ketika dia harus menjabat sebagai kepala Madrasah Aliyah Miftahul huda.

Selain menjadi kepala Madrasah Aliyah,beliau dipercaya menjadi pengurus beberapa organisasi kemasyarakatan antara lain :

Tahun 1989 : Anggota Dewan Syuro Alumni Sayyid Maliki
Tahun 1990 : Ketua LDNU cabang Tuban
Tahun 1995 : A’wan Suriyah NU cabang Tuban
Tahun 1998 : Katib 1 dewan syuro PKB Tuban
Tahun 1999-2002 : Wakil ketua Dewan Syuro
Tahun 2002-2007 : Dewan Syuro PKB
Tahun 2007-wafat : A’wan Suriyah NU cabang Tuban

Kegiatan

KH.Hasan Thuba termasuk orang yang istiqomah dan telaten membimbing santri santrinya. setiap hari,menjelang subuh misalnya,beliau mengajak para santri bersama sama taqarrub kepada Allah,dengan membaca Jaliyatul kadar,surat al waqi’ah,subhaanalloh walhamdulillah 100 x,Hasbunalloh wani’mal wakiil 450 x ditutup dengan surat al waqi’ah.Setiap kali bacaan bacaan itu selesai,selalu saja kemudian bedug shubuh berbunyi,sepertinya mesin program alarm.Setelah bedug berbunyi,dilanjutkan dengan shalat shubuh berjama’ah.Selesai shalat shubuh, membaca wirdullatif,surat yasin. dan rotib al haddad bersama sama.

di pagi hari beliau membaca kitab kuning kepada santri sampai menjelang siang.dilajutkan dengan mengajar di sekolah.di sela sela waktunya mengajar,tidak jarang beliau harus menemui tamu.

Di sore hari,jam 4 beliau kembali membaca kitab sampai menjelang maghrib.Istirahat sebentar dan melanjutkan dengan berjamaah.setelah jama’ah maghrib,dilanjutkan dengan membaca kitab kuning kepada para santri di ndalem KH.Mushlih.

Selain mengaji untuk santri,setiap hari Ahad beliau menyempatkan diri melayani masyarakat lewat majlis ta’lim yang dirintisnya. Demikian berlangsung setiap hari.sampai ahirnya Allah memangilnya.Begitu banyak kegiatan yang dilakukannya,sehingga ketika beliau sakit,aktifitas mengaji diwakilkan kepada lebih dari sepuluh santri senior. Masing masing memegang satu kegiatan.ini menunjukkan bahwa aktifitas KH.Hasan cukup banyak.

Menjelang wafatnya,beliau lebih sering terlihat membaca istighfar dan nadzam Jaliyatul kadar (nadzam yang memuat nama nama sahabat Rasul yang ikut perang Badar). Nampaknya beliau rindu berkumpul dengan rasulullah saw dan para sahabatnya. Beliau meninggal di rumahnya pada hari senin jam 8.45 pagi tanggal 14 Desember 2009. meninggalkan seorang istri,seorang anak perempuan bernama Manal el Hasan. Dan tentu saja pondok pesantren yang menjadi prioritas selama hidupnya.

Semoga Alloh SWT.menerima amal baik dan perjuangannya mengabdi kepada agama,diampuni segala kekhilafannya dan ditempatkan di tempat yang layak di sisi-Nya,Jannatunna’iim.Amiin.

Pengalaman organisasi semasa hidupnya :

1965-1967 Sekretaris IPNU ranting Arjawinangun
1974-1976 Sekretaris PP.Tanggir
1982-1986 ketua Pelajar Indonesia di Mekkah
1989 Anggota Dewan Syuro Alumni Sayyid Maliki
1990 Ketua LDNU cabang Tuban
1995 A’wan Suriyah NU cabang Tuban98 Katib 1 dewan syuro PKB Tuban
1999-2002 Wakil ketua Dewan Syuro
2002-2007 Dewan Syuro PKB
2007-2009 A’wan Suriyah NU cabang Tuban

Silsilah :

16 Sunan Gunung Jati Cirebon 1525
15 Maulana HasanudinBanten 1552
14 Maulana YusufCirebon 1579
13 M. Muhammad Banten 1580
12 Sultan al-Makhir Banten 1596
11 Sult Abdul Ma’ali Banten 1640
10 Sult. A. TirtayasaBanten 1651
09 Sult.H.Abu Nasyri Banten 1672
08 Sult.A. Mahasin Bant en 1690
07 Sult. Muh. Syifa
06 Sult.Kuh ArifBanten 1753
05 Tb. K. Agung Syanawi Banten 1808
04 Kyai Soleh Penghulu Cirebon
03 Ky. Arja’in Penghulu Kasepuhan
02 K.H. Abdul Aziz Penghulu Kasepuhan
01 Arbiyyah X KH. Syanawi Pendiri Pesantren


Silsilah KH.Hasan Thuba Muhammad
PP.Tanggir Singgahan Tuban

Ny.Arbiyah X KH.Syanawi

1. Ny. Saudah X K. Mustaham
2. K.H. A. Syathori X Ny. Masturoh
3. Ny. Ruqoyyah
4. Zahro
5. Ny. H. Fathonah X K.H. Imam


K.H. A. Syathori bin KH.Syanawi X Ny. Masturoh

1. Arsyad *
2. Ny. Hj.Hunnah X K.H. Baidlowi
3. Muhammad Augus *
4. Maimunah *
5. Ummu Salmah X K.H. Muhammad Asyrofuddin.
6. Ny.Hj. Aisyah X K.H. Umar Sholeh kempek
7. Ny.Hj. Durroh X K.H. Mahfudz Thaha
8. Ny.Hj. Izzah X K.H. Fuad Amin Babakan Ciwaringin
9. K.H. A. Ibnu Ubaidillah X Ny.Hj. Fuadiyyah

5.Ummu Salmah X Muhammad Asyrofuddin

1.Hasan Thuba X Khodijah Mushlih Tanggir
Domisili di Tanggir Tuban Jatim.
anak :
Manal al Hasan



2.Husein Muhammad X Lilik Nihayah Fuad Amin.Babakan
domisili di Arjawinangun Cirebon
anak :
1.Hilya Awliya
2.Layali Hilwa
3.M.Fayyaz Mumtaz
4.Najla Afaf Haamadda
5.Fazla


3.Ahsin Sakho X Ummu Habibah Mahfudz.Awn
domisili di Arjawinangun Cirebon
anak :
1.Asyrof Maulidi
2.Althof Madani
3.Royya Nahriyyah
4.Rona Alifah Hijriyah 5.Muhammad Aiman Hirmy

4.Azizah Ubaidah X Abdussalam Lasem.
Domisili di Lasem Rembang Jateng
anak :
1.Ummu Salamah*
2.Nawaf Munawaroh
3.Muh.Nabil
4.Nailussakinah
5.Laila fathiyyah
6.Nihlatul maula
7.Nazihah Amali.

Mahsun Muhammad X Khoirunnisa Hambali Bode lor Plumbon
Domisili di Arjawinangun Cirebon
anak :
1.Adillah Haque
2.Muhammad Alvin nuha
3.Aghna galby salaama

6.Azzah Nurlaila X Kafabih Mahrus Ali.Lirboyo Kediri
domisili di Lirboyo Kediri Jatim.
anak :
1.Arwa Fatimatuzzahra
2.Muhammad.
3.Aisyah annjwa
4.Ahmad
5.Zainab
6.Khodijah
7.Abdurrohman
8.Shafia assalma
9. Hafsa al Ahla
10.Abdulloh
11.Ruqoyyah.

7.M.Salman Alfarisi X Nanik Amanullah.Tambak beras Jombang Jatim
domosili di Jombang
anak :
1.Abdulloh Muflih Rojabie
2.M.Rajih al Fayed
3.Muh.Najih Mumtaz
4.Muh.Musyaffa’(alm)
5.Habli Hukma amani

8.Romlah Faiqah X Muhammad Abdullah Faqih Langitan.
Domisili di Langitan Widang Tuban.
anak :
1.Bella Nabilah
2.Ahmad.Hasyimi
3.Mahfudz
4.Zahwa Marjuwwa
5.Farah Fathimatuzzahra
6.Ahmad Rofi’
7.Fathurrahman

Selasa, 26 Januari 2010

jarh wa ta'dil

• Al-Jarh wat-Ta’dil adalah ilmu yang menerangkan tentang cacat-cacat yang dihadapkan kepada para perawi dan tentang penta’dilannya (memandang lurus perangai para perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan untuk menerima atau menolak riwayat mereka.
• Tingkatan perawi itu berbeda-beda : Diantara mereka Ats-Tsabt (yang teguh), Al-Hafidh (yang hafalannya kuat), Al-Wari’ (yang shalih/hati-hati), Al-Mutqin (yang teliti), An-Naqid (yang kritis terhadap hadits).
• Para ulama membolehkan Al-Jarh wat-Ta’dil untuk menjaga syari’at/agama ini, bukan untuk mencela manusia. Dan sebagaimana dibolehkan Jarh dalam persaksian, maka pada perawi pun juga diperbolehkan; bahkan memperteguh dan mencari kebenaran dalam masalah agama lebih utama daripada masalah hak dan harta.
• Para ulama’ menetapkan tingkatan lafadh Jarh dan Ta’dil, dan lafadh-lafadh yang menunjukkan pada setiap tingaktan. Tingkatan Ta’dil ada enam tingkatan, begitu pula dengan Jarh (ada enam tingkatan).
• Sebagian besar metode yang dipakai oleh para pengarang dalam menulis kitab al-Jahr wa at-Ta’dil adalah mengurutkan nama para perawi sesuai dengan huruf kamus (mu’jam).

Dalil jarh wa ta'dil

Diantara landasan syariat yang dipertimbangkan dalam pelaksanaan al-jarh wat ta’dil ini adalah:

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
يآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنْ جآءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيْبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِيْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Al-Hujurat: 6)

Ayat ini adalah dalil yang tegas tentang wajibnya tabayyun, tatsabbut (meneliti kebenaran berita) dari seseorang yang fasik. Dan mafhum3 dari ayat ini, semua berita dari orang yang tsiqah (terpercaya) diterima.
Kemudian sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang dijadikan dasar (hukum) tentang perlunya penilaian dhabith (kekuatan hafalan):
نَضَّرَ اللهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا شَيْئًا فَبَلَّغَهُ كَمَا سَمِعَ فَرُبَّ مُبَلِّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ
“Semoga Allah mencerahkan wajah orang yang mendengar sesuatu dari kami, kemudian dia menyampaikan (kepada orang lain) sebagaimana yang dia dengar. Bisa jadi orang yang diberi kabar darinya lebih paham dari dia (yang mendengar langsung).” (HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan lainnya dari Jubair bin Muth’im, Zaid bin Tsabit, Ibnu Mas’ud, Mu’adz bin Jabal dan lain-lain. Dikatakan oleh At-Tirmidzi: “Hadits Hasan.”) (4)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim (1/83) mengatakan: “Jadi, al-jarh (kritik) terhadap para rawi yang menukilkan suatu berita atau riwayat adalah boleh. Bahkan wajib, berdasarkan kesepakatan (para ulama) karena adanya kebutuhan darurat yang memang mengharuskannya, demi melindungi syariat yang mulia ini.”
Kemudian beliau melanjutkan: “Wajib atas seorang kritikus untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam men-jarh (mengkritik) seseorang. Perlu adanya tatsabbut (meneliti kebenaran berita), berhati-hati, tidak bermudah-mudah dalam men-jarh orang yang (sebetulnya) selamat (bersih) dari jarh (cacat). Atau merendahkan orang-orang yang tidak tampak kekurangannya, karena kerusakan akibat jarh ini sangat besar. Dan dia akan menggugurkan semua hadits atau riwayat dari rawi tersebut, yang tentunya akan menggugurkan sunnah-sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.” (5)

Senin, 25 Januari 2010

Tahammulul hadits,cara menerima dan menyampaikan hadits

T ahammul al hadits wa ada-uhu (cara menerima dan meriwayatkan hadits )

Definisi TAHAMMUL al HADITS (menerima hadits)

Menurut Bahasa : Tahammul berasal dari kata ( mashdar)i : تَحَمَّلَ يَتَحَمَّلُ تَحَمُّلاً yang berarti menanggung, membawa,atau biasa diterjemahkan dengan menerima.
Menurut Istilah : mempelajari sebuah hadits dari seorang syeikh.

Definisi ADA’ UL HADITS (Menyampaikan)

Menurut Bahasa : Menyampaikan sesuatu dan menunaikannya.
Menurut istilah : Menyampaikan sebuah hadits setelah mengembannya.

Methode dan kalimat yang digunakan dalam Tahammul dan Ada’ 8 macam :

1.SAMA’,Mendengarkan langsung hadits langsung dari syekh.

Prakteknya :

Seorang syeikh membaca hadits dan seorang murid mendengarkannya, baik dia membaca dari kitabnya atau dari hafalannya.Di Pesantren pesantren Indonesia. cara ini disebut Bandungan/Bandongan.
Jika murid itu meriwayatkan dengan cara ini, maka dia hendaknya berkata : Sami’tu ….“Aku mendengar atau dia bercerita kepadaku”, jika dia sendirian. Atau : “Dia bercerita kepada kami”, jika ada orang lain bersamanya.(bahasa yang biasa digunakan : Sami’tu,Sami’na,Haddatsanii,Haddatsanaa,Akhbaronii,Akhbaronaa,Anba-anii,Anba-anaa,Qoola lii,Qoola lanaa,Dzakaro lii,Dzakaro lanaa)

2.AL-‘ARDH (membaca di depan syeikh)
Di pesantren pesantren, Method ini diistilahkan dengan “Ngaji Sorogan”

Prakteknya :

Seorang murid atau orang lain membaca hadits-hadits yang diriwayatkan oleh seorang syeikh,sementara syeikh mendengarkan bacaan muridnya, baik bacaan itu berasal dari hafalan atau dari sebuah kitab, baik seorang syeikh itu mengoreksi pembaca itu dari hafalannya sendiri atau dia memegang kitabnya.

Kata-kata yang digunakan ketika menyampaikannya.

Jika seorang murid akan meriwayatkan dari syeikh dengan metode ini, maka dia dapat berkata : Qoro’tu, “Aku membaca di hadapan syeikh” atau Quri’a ‘alayya“ Dibacakan di hadapannya dan aku mendengar”.atau Anba-ani

3. AL-IJAZAH (pemberian ijin)

Prakteknya :
Seorang syeikh berkata kepada salah seorang muridnya : “Aku mengijinkan kamu untuk meriwayatkan hadits-haditsku atau kitab-kitabku dariku”.

Hukum meriwayatkan hadits dengan metode ini.

Para ulama berbeda pendapat tentang kebolehannya, yaitu :
1). Tidak boleh. Ibnu Hazm berkata : “Itu adalah bid’ah, tidak boleh”.
2). Boleh. Dan ini adalah pendapat jumhur.

4.AL-MUNAWALAH (Memberikan)

Prakteknya : ada dua macam,

1).Munawalah yang diiringi dengan ijazah
a). Prakteknya, seorang syeikh memberikan sebuah kitab kepada seorang murid dan dia berkata : “Ini adalah yang aku dengarkan dari fulan atau ini adalah karanganku. Maka riwayatkanlah dariku”.
b). Hukum meriwayatkannya adalah boleh menurut jumhur.

2) Munawalah yang tidak diirngi dengan ijazah

Prakteknya,

Seorang syeikh memberikan sebuah kitab kepada seorang murid dan dia berkata : “Ini adalah hadits yang aku dengarkan”.

Hukum meriwayatkannya
tidak boleh menurut jumhur ahli hadits, ahli fiqih dan ushul fiqih.

Kata-kata yang digunakan untuk menunaikannya.

1). Naawalanii Hadzal kitab “Si Fulan telah memberikan kitab kepadaku”.
2). “Dia bercerita kepadaku dengan metode munawalah” atau dia bercerita kepadaku dengan metode munawalah”.

5.AL-KITABAH (tulisan),

Prakteknya ada 2 (dua) dua macam, yaitu

1).Kitabah yang diirngi dengan ijazah

Bentuknya a, seorang syeikh menulis haditsnya dengan tangannya atau mengijinkan seseorang kepercayaannya untuk menulis dan mengirimkannya kepada muridnya dan mengijinkannya untuk meriwayatkan darinya.

Hukum meriwayatkannya :
boleh.Imam Bukhari berkata : “Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini”.

2).Kitabah yang tidak diiringi dengan ijazah

Prakteknya, seorang syeikh menulis haditsnya dengan tangannya atau mengijinkan seseorang kepercayaannya untuk menulis hadits dan mengirimkannya kepada muridnya dan dia tidak mengijinkannya untuk meriwayatkannya darinya.
Hukum meriwayatkannya ada dua :
Boleh. Ini adalah pendapat kebanyakan ulama
Tidak boleh

Kata-kata yang digunakan

Jika seorang murid akan meriwayatkan dengan metode ini, maka dia boleh berkata :
1).“Telah ditulis kepada seseorang”.
2). “Fulan bercerita kepadaku dengan cara tulisan” atau “dia memberitahu kepadaku dengan cara tulisan”.

6. AL-I’LAM (Pemberitahuan)

Prakteknya :
Seorang syeikh memberitahukan kepada seorang murid bahwa hadits-hadits ini dia dengarkan dari fulan atau kitab ini dia riwayatkan dari fulan, baik dia mengijinkan untuk meriwayatkan darinya atau tidak.

Hukum meriwayatkannya ada (dua)

1). Boleh
2). Tidak boleh, kecuali jika syeikh itu mengijinkannya. Ini adalah pendapat kebanyakan ahli hadits, fiqih dan ushul fiqih.

Kata-kata yang digunakan Seorang murid berkata :
“Syeikhku memberitahukan kepadaku dengan ini … “.

7. AL-WASHIYYAH(wasiat/mewasiatkan)

Prakteknya

seorang syeikh memberikan wasiat kepada seseorang dengan sebuah kitab yang dia riwayatkan sebelum kematiannya atau sebelum kepergiannya kepada seseorang.

Hukum meriwayatkannya ada 2 (dua) :

1).Boleh. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syeikh Ahmad Syakir. Ibnu Sholah berkata : “Ini
jauh sekali”. An Nawawi berkata : “Ini adalah kesalahan. Yang benar adalah tidak
boleh”.

2).Tidak boleh. kecuali jika murid itu mendapatkan ijin (ijazah) dari syeikh itu.

8. A-WIJADAH (menemukan)

Prakteknya

Seorang murid menemukan sebuah hadits atau sebuah kitab yang ditulis oleh seseorang yang dia tidak mendengar secara langsung darinya dan dia tidak mendapatkan ijazah darinya.

Hukum meriwayatkannya :
tidak boleh.

Kata-kata yang digunakan untuk menunaikannya

Jika seorang murid hendak meriwayatkan dari seorang syeikh dengan metode ini, maka dia boleh berkata : “Aku menemukan tulisan seseorang”.

Disarikan dari kitab Ilmu Mushtholahil hadits.A.Qodir Hassan.

Sabtu, 09 Januari 2010

Ilmu Hadits dan istilah istilahnya

Hadits.

Secara istilah hadits berarti segala yang disandarkan kepada nabi saw.baik berupa ucapan,perbuatan atau takrir.
Istilah lain bagi hadits adalah sunnah,Atsar,dan khabar.
• Sunnah secara bahasa berarti tradisi atau sesuatu yang biasa dilakukan nabi.Secara istilah adalah segala apa yang dinukilkan dari nabi Baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapan,pengajaran,sifat,kelakuan,perjalnan hidup baik sebelum menjadi nabi atau sesudahnya..
• Khabar.secara bahasa adalah berita yang disampaikan dari seseorang kepada seseorang.Secara istilah adalah : segala berita yang disampaikan baik dari nabi,tabi’in ataupu tabi’in.
• Atsar. Secara bahasa berarti bekasan sesuatu atau sisa sesuatu.Secara istilah sama seperti hadits dan khabar.

Sunnah terbagi menjadi empat.yaitu.sunnah qawliyah ( sunnah ucapan),sunnah fi’liyah ( sunnah perbuatan).Sunnah taqiriyah ( ketetapan nabi),dan sunnah Hammiyah yaitu sesuatu yang pernah diniatkan nabi untuk dilakukan,akan tetapi sebelum sempat nabi melakukannya,beliau meninggal dunia.
Contoh contoh.

Contoh hadits/Sunnah ucapan :
أنماالاعمال بالنيات
Contoh hadits perbuatan :
صلوا كما رأيتموني اصلى
Dalam urusan haji nabi bersabda :
خدوا عني مناسككم
Contoh sunnah taqrir :
Nabi melihat sahabatnya memakan binatang dhob(hewan seperti biyawak),tetapi nabi membiarkannya,beliau tidak melarangnya atau mengharamkannya.,

Ilmu Hadits terbagi menjadi dua :

1. Ilmu hadits diroyah,yaitu ilmu yang membahas tentang kaidah kaidah husus yang dengan kaidah itu dapat diketahui hal sanad,matan,cara menerima dan menyampaikan hadits,sifat sifat rawi dll.

2. Ilmu hadits riwayah,yaitu ilmu yang menjelaskan periwayatan sabda nabi,perbuatn atau hal hal yang beliau benarkan (Taqrir
Orang yang pertama kali meletakkan ilmu ini adalah Abu MuhammadHasan bin
Abdurrhman al Khallad arromahrumuzi.)

Unsur unsur hadits adalah : matan,sanad,rawi,isnad

• Matan adalah teks hadits.
• Sanad adalah rangkaian/deretan para periwayata hadits sampai kepada nabi.
• Rawi adalah orang yang meriwayatkan hadits
• Musnid adalah orang yang menyandarkan hadits
• Isnad adalah nabi dari sebuah rentetan sanad.
Contoh : jika ada se
buah hadits,maka tidak sepi dari unsure unsure tersebut.misalnya :
أنماالاعمال بالنيات
“Sah tidaknya Segala amalan itu tergantung pada niat”HR.Bukhari dan Muslim.
Kalimat innamal a’maalu binniyyaat adalah matan.Bukhari dan Muslim adalah Rawi.

Hadits, jika dilihat dari segi kwalitas rawinya maka akan terbagi menjadi : Hadits shahih,hadits hasan dan Hadits Dhaif.
Syarat syarat rawi dapat diterima haditsnya :

1. Al-‘Adl(yang adil),maksudnya seorng rawi haruslah seorang yang sudah baligh,berakal,tidak melakukan dosa dosa dan selamat dari dari sesuatu yang dapat mengurangi kesempurnan dirinya.
2. Dhabith.artinya seorag yang hapal.Dhabit terbagi dua macam :

• Dhabit Shadran ,orang yang hapal betul apa yang dia dengar sehingga dapat mengeluarkan hapalannya jika diperlukan.(hapal diluar kepala)
• Dhabit Kitaaban,yaitu seseorang memelihara betul kitabnya sejak dia mendengar apa yang tertulis dalam kitab itu sehingga hapal benar tempat dan halaman hadits tertentu,.jika satu saat di diminta menyebutkan hadits tersebut,maka dia langsung membuka halaman dimana hadits dimaksud terdapat.
3. Syudzudz.artinya keganjilan keganjilan.penyimpangan penyimpangan.jika sebuah hadits tidak menyimpang dari hadits lain,maka ia bias dikatakan hadits shahih.
4. Illah qadihah.illat artinya penyakit.qadihah artinya yang tercela.misalnya ada sebuah hadits yag sepintas secara dzahir kelihatan sempurna(bersambung sanadnya),akan tetapi setelah diteliti ternyata terputus.Atau sebuah kialimat yang semestinya perkataan sahabat tetpi ternyata perkataan nabi,atau sebaliknya.
.
Kitab Kitab Hadits Mu’tabar.

Yang dimaksud kitab Mu’tabarah adalah kitab yang dikui keberadannya sebagai rujukan hokum,jika demikian maka kitab ini sering digunakan para ulama.

Kutubussittah ( kitab enam)
Yang dimaksud kutubussuttah adalah kitab karya par imam hadits.kitab kitab itu adalah
1. kitab shahih Bukhori
2. Kitab Shahih Muslim
3. Kitab Shahih Abu Daud
4. Kitab Shahih Tirmidzi
5. Kitab Shahih Ibnu Maajah
6. Kitab Shahih Ibnu Hibban

Kutubbuttis’ah ( kitab hadits yang sembilan )
Kitab enam yang tersebut diatas ditambah dengan :
1. Kitab Muwattha’
2. Imam addaarimi

Hadits Muatawatir
Secara garis besar Mutawatir ialah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok ulama adil dari kelompok ulama yang juga bersifat adil yang tidak dimungkinkan mereka bersepakat berdusta.sampai kepada ahir sanad (Nabi).Dengan demikian maka hadits akan dikatakan Mutawatir jika memenuhi syarat syarat sbb :
• Diriwayatkan oleh orang banyak.
• Mereka bersifat adil sehingga mustahil mereka berdusta.
• Sanadnya bersambung sampai kepada nabi.

Hadits Mutawatir tebagi menjadi dua,
1. Mutawatir lafdzi,yaitu hadits yang redaksinya (susunan kata katanya) menggunakan kalimat yang sama atau hampir sama.seperti hadits : Barangsiapa yang berdusta atasnamaku,maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka.Hadits ini diriwayatkan dari jalan seratus sahabat
2. Mutawatir Ma’nawi yaitu hadits mutawatir yang maknanya sama tetapi kalimatnya berbeda.seperti hadits yang menceritakn tentang shalat maghrib.dalmmeriwayatkan shalat maghrib ini mereka berbeda beda redaksinya.antara lain dikatakan bahwa :
• Nabi melakukan shalat maghrib di hadhor ( tidak dalam perjalanan)
• Ketika nabi bepergian,beliau melaksanakan shalat maghrib.
• Maghrib dilakukan tiga rakat.
• Para shabat melaksanakan shalat maghrib tiga rakaat dan nabi melihatnya.
Hadits hadits ini diriwayatkan dengan berbagai kalimat,tetapi maksudnya sama.

Hadits Ahad yaitu hadits yang bukan mutawatir.hadits ini ada tiga macam :
1.Hadits Masyhur.2.Hadits 'Aziz dan 3.Hadits Gharib.

Hadits Masyhur.

Hadits Masyhur secara baasa berarti yang terkenal.Secara istilah yaitu hadits yang diriwayatkan dengan tiga sanad yang berlainan rawinya.Seperti hadits : Seorang muslim yang paripurna ialah orang yang orang lain selamat dari gangguan lidah dan tangannya (tidak pernah menyakiti orang lain). Hadits ini diriwayatkan oleh imam Bikhori,Muslim dan Tirmidzi dengan berlainan sanadnya.Gambarnnya seperti ini :

NABI
1.Abdullah bin 'Amr
2.Asy-sya'by
3.Abdullah bin Abisshafar
4.Syu'bah
5.Adam.


IMAM BUKHORI 1.Abu Musa
2.Abu Burdah
3.Abu Burdah b.Abdulloh b.Abi Burdah
4.Yahya
5.Sa'id

IMAM MUSLIM 1.Abu Hurairah
2.Abu Shalih
3.Al Qo'qo'
4.Ibnu 'Ajlan
5.Allasyts
6.Qutaibah

IMAM TIRMIDZI

Keterangan :
• Hadits ini mempunyai tiga sanad,tetapi nama namanya berbeda.
• Hadits diatas adalah contoh hadits Masyhur yang shahih karena rawi rawinya adalah orang orang terpercaya.tetapi sebenarnya tidak semua hadits masyhur adalah shahih.bahkan ada yang dha'if.
• Terkadang hadits Masyhur disebut juga hadits Mustafidh.
• Perkataan masyhur terkadang juga dipakai untuk hadits yang tidak mempunyai tiga sanad,tetapi terkenal di berbagai kalangan.Mungkin masyhur dikalangan ahli hadits dan lainnya.seperti hadits Innamal a'maalu binniyat.Mungkin masyhur hanya dikalangan ahli hadits saja.seperti :Nabi berqunut selama sebulan dan mendoakan kacelakaan atas kabilah Ri'l dan Dzakwan.Mungkin terkenal dikalangan selain ahli hadits.seperti : Tidak sah shalat bagi tetangga masjid kecuai di Masjid.

Hadits 'Aziz,

Secara bahasa berarti yang sedikit,yang gagah atau yang kuat.adapun secara istilah yaitu Hadits yang diriwayatkan dengan dua sanad yang berlainan rawinya
1. Hadits Gharib


Hadza Shaihul isnad

Hadits Mursal

Secara bahasa hadits mursal berarti sesuatu yang dilepas,yang dilangsungkan.
secara istilah : Hadts yang diriwayatkan oleh seorang tabi’in secara langsung dari Nabi tanpa menyebut orang yang menceritakan kepadanya.
Contoh :
Dari Malik dari Abdillah bin Abi Bakr bin Hazm bahwa dalam surat yang Nabi Tulis kepada Ami bin Hazm (tersebut) bahwa tidak menyentuh Al-Qur’an me;ainkan orang orang yang bersih”
Abdullah bin Abi Bakr adalah seorang Tabiin, sedangkan seorang tabii tidak mungkin sezaman dengan Nabi.Jadi mestinya Abdullah menerima hadits ini dari seorang shahabi.
Hadits ini tidak dapat dijadikan sebagai hujjah agama kecuali jika dikuatkan oleh hadits lain yang shahih.

Hadits Muannan.

Hadits Muannan adalah hadits yang di dalamnya terdapat kata “Anna”atau “inna”.
Hadits Mu’an’nn yaitu hadits yang diriwayatkan dengan kata ‘An.
Hadits musalsal adalah hadits yang disampaikan dengan sifat/cara yang sama dengan ketika guru menyampaikanya.Seperti menympaikn hadits sambil berdiri karena nabi saw.ketika menyampaikannya dengan berdiri.

informasi ttg ahlak ada di http://kanguchun.bogspot.com/

musthalah hadits ringkas

Definisi Musthola'ah Hadits

HADITS ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan, taqrir, dan sebagainya.

ATSAR ialah sesuatu yang disandarkan kepada para sahabat Nabi Muhammad SAW.

TAQRIR ialah keadaan Nabi Muhammad SAW yang mendiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau diperkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau.

SAHABAT ialah orang yang bertemu Rosulullah SAW dengan pertemuan yang wajar sewaktu beliau masih hidup, dalam keadaan islam lagi beriman dan mati dalam keadaan islam.

TABI'IN ialah orang yang menjumpai sahabat, baik perjumpaan itu lama atau sebentar, dan dalam keadaan beriman dan islam, dan mati dalam keadaan islam.

MATAN ialah lafadz hadits yang diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW, atau disebut juga isi hadits.


Unsur-Unsur Yang Harus Ada Dalam Menerima Hadits

Rawi
, yaitu orang yang menyampaikan atau menuliskan hadits dalam suatu kitab apa-apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang atau gurunya. Perbuatannya menyampaikan hadits tersebut dinamakan merawi atau meriwayatkan hadits dan orangnya disebut perawi hadits.


Sistem Penyusun Hadits Dalam Menyebutkan Nama Rawi

  1. As Sab'ah berarti diriwayatkan oleh tujuh perawi, yaitu :
    1. Ahmad
    2. Bukhari
    3. Turmudzi
    4. Nasa'i
    5. Muslim
    6. Abu Dawud
    7. Ibnu Majah
  2. As Sittah berarti diriwayatkan oleh enam perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Ahmad
  3. Al Khomsah berarti diriwayatkan oleh lima perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Bukhari dan Muslim
  4. Al Arba'ah berarti diriwayatkan oleh empat perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'a) selain Ahmad, Bukhari dan Muslim.
  5. Ats Tsalasah berarti diriwayatkan oleh tiga perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Ahmad, Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah.
  6. Asy Syaikhon berarti diriwayatkan oleh dua orang perawi yaitu : Bukhari dan Muslim
  7. Al Jama'ah berarti diriwayatkan oleh para perawi yang banyak sekali jumlahnya (lebih dari tujuh perawi / As Sab'ah).

Matnu'l Hadits adalah pembicaraan (kalam) atau materi berita yang berakhir pada sanad yang terakhir. Baik pembicaraan itu sabda Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, sahabat ataupun tabi'in. Baik isi pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi, maupun perbuatan sahabat yang tidak disanggah oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam .

Sanad atau Thariq adalah jalan yang dapat menghubungkan matnu'l hadits kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam .

Gambaran Sanad

Untuk memahami pengertian sanad, dapat digambarkan sebagai berikut: Sabda Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam didengar oleh sahabat (seorang atau lebih). Sahabat ini (seorang atau lebih) menyampaikan kepada tabi'in (seorang atau lebih), kemudian tabi'in menyampaikan pula kepada orang-orang dibawah generasi mereka. Demikian seterusnya hingga dicatat oleh imam-imam ahli hadits seperti Muslim, Bukhari, Abu Dawud, dll.

Contoh:
Waktu meriwayatkan hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, Bukhari berkata hadits ini diucapkan kepada saya oleh A, dan A berkata diucapkan kepada saya oleh B, dan B berkata diucapkan kepada saya oleh C, dan C berkata diucapkan kepada saya oleh D, dan D berkata diucapkan kepada saya oleh Nabi Muhammad.

Awal Sanad dan akhir Sanad

Menurut istilah ahli hadits, sanad itu ada permulaannya (awal) dan ada kesudahannya (akhir). Seperti contoh diatas yang disebut awal sanad adalah A dan akhir sanad adalah D.

Klasifikasi Hadits

Klasifikasi hadits menurut dapat (diterima) atau ditolaknya hadits sebagai hujjah (dasar hukum) adalah:

  1. Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat dan tidak janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshohihan suatu hadits.
  2. Hadits Makbul adalah hadits-hadits yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima sebagai Hujjah. Yang termasuk hadits makbul adalah Hadits Shohih dan Hadits Hasan.
  3. Hadits Hasan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil, tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalan), bersambung sanadnya, dan tidak terdapat illat serta kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan termasuk hadits yang Makbul, biasanya dibuat hujjah buat sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau terlalu penting.
  4. Hadits Dhoif adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits Dhoif banyak macam ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan yang tidak dipenuhinya.

Syarat-syarat Hadits Shohih

Suatu hadits dapat dinilai shohih apabila telah memenuhi 5 Syarat :

  • Rawinya bersifat Adil
  • Sempurna ingatan
  • Sanadnya tidak terputus
  • Hadits itu tidak berillat dan
  • Hadits itu tidak janggal

Arti Adil dalam periwayatan, seorang rawi harus memenuhi 4 syarat untuk dinilai adil, yaitu :

  • Selalu memelihara perbuatan taat dan menjahui perbuatan maksiat.
  • Menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan santun.
  • Tidak melakukan perkara-perkara Mubah yang dapat menggugurkan iman kepada kadar dan mengakibatkan penyesalan.
  • Tidak mengikuti pendapat salah satu madzhab yang bertentangan dengan dasar Syara'.

Klasifikasi Hadits Dhoif berdasarkan kecacatan perawinya

  • Hadits Maudhu': adalah hadits yang diciptakan oleh seorang pendusta yang ciptaan itu mereka katakan bahwa itu adalah sabda Nabi SAW, baik hal itu disengaja maupun tidak.
  • Hadits Matruk: adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang dituduh dusta dalam perhaditsan.
  • Hadits Munkar: adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannya, banyak kelengahannya atau jelas kefasiqkannya yang bukan karena dusta. Di dalam satu jurusan jika ada hadits yang diriwayatkan oleh dua hadits lemah yang berlawanan, misal yang satu lemah sanadnya, sedang yang satunya lagi lebih lemah sanadnya, maka yang lemah sanadnya dinamakan hadits Ma'ruf dan yang lebih lemah dinamakan hadits Munkar.
  • Hadits Mu'allal (Ma'lul, Mu'all): adalah hadits yang tampaknya baik, namun setelah diadakan suatu penelitian dan penyelidikan ternyata ada cacatnya. Hal ini terjadi karena salah sangka dari rawinya dengan menganggap bahwa sanadnya bersambung, padahal tidak. Hal ini hanya bisa diketahui oleh orang-orang yang ahli hadits.
  • Hadits Mudraj (saduran): adalah hadits yang disadur dengan sesuatu yang bukan hadits atas perkiraan bahwa saduran itu termasuk hadits.
  • Hadits Maqlub: adalah hadits yang terjadi mukhalafah (menyalahi hadits lain), disebabkan mendahului atau mengakhirkan.
  • Hadits Mudltharrib: adalah hadits yang menyalahi dengan hadits lain terjadi dengan pergantian pada satu segi yang saling dapat bertahan, dengan tidak ada yang dapat ditarjihkan (dikumpulkan).
  • Hadits Muharraf: adalah hadits yang menyalahi hadits lain terjadi disebabkan karena perubahan Syakal kata, dengan masih tetapnya bentuk tulisannya.
  • Hadits Mushahhaf: adalah hadits yang mukhalafahnya karena perubahan titik kata, sedang bentuk tulisannya tidak berubah.
  • Hadits Mubham: adalah hadits yang didalam matan atau sanadnya terdapat seorang rawi yang tidak dijelaskan apakah ia laki-laki atau perempuan.
  • Hadits Syadz (kejanggalan): adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang makbul (tsiqah) menyalahi riwayat yang lebih rajih, lantaran mempunyai kelebihan kedlabithan atau banyaknya sanad atau lain sebagainya, dari segi pentarjihan.
  • Hadits Mukhtalith: adalah hadits yang rawinya buruk hafalannya, disebabkan sudah lanjut usia, tertimpa bahaya, terbakar atau hilang kitab-kitabnya.

Klasifikasi hadits Dhoif berdasarkan gugurnya rawi

  • Hadits Muallaq: adalah hadits yang gugur (inqitha') rawinya seorang atau lebih dari awal sanad.
  • Hadits Mursal: adalah hadits yang gugur dari akhir sanadnya, seseorang setelah tabi'in.
  • Hadits Mudallas: adalah hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan, bahwa hadits itu tiada bernoda. Rawi yang berbuat demikian disebut Mudallis.
  • Hadits Munqathi': adalah hadits yang gugur rawinya sebelum sahabat, disatu tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak berturut-turut.
  • Hadits Mu'dlal: adalah hadits yang gugur rawi-rawinya, dua orang atau lebih berturut turut, baik sahabat bersama tabi'in, tabi'in bersama tabi'it tabi'in, maupun dua orang sebelum sahabat dan tabi'in.

Klasifikasi hadits Dhoif berdasarkan sifat matannya

  • Hadits Mauquf: adalah hadits yang hanya disandarkan kepada sahabat saja, baik yang disandarkan itu perkataan atau perbuatan dan baik sanadnya bersambung atau terputus.
  • Hadits Maqthu': adalah perkataan atau perbuatan yang berasal dari seorang tabi'in serta di mauqufkan padanya, baik sanadnya bersambung atau tidak.

Apakah Boleh Berhujjah dengan hadits Dhoif ?

Para ulama sepakat melarang meriwayatkan hadits dhoif yang maudhu' tanpa menyebutkan kemaudhu'annya. Adapun kalau hadits dhoif itu bukan hadits maudhu' maka diperselisihkan tentang boleh atau tidaknya diriwayatkan untuk berhujjah. Berikut ini pendapat yang ada yaitu:

Pendapat Pertama Melarang secara mutlak meriwayatkan segala macam hadits dhoif, baik untuk menetapkan hukum, maupun untuk memberi sugesti amalan utama. Pendapat ini dipertahankan oleh Abu Bakar Ibnul 'Araby.

Pendapat Kedua Membolehkan, kendatipun dengan melepas sanadnya dan tanpa menerangkan sebab-sebab kelemahannya, untuk memberi sugesti, menerangkan keutamaan amal (fadla'ilul a'mal dan cerita-cerita, bukan untuk menetapkan hukum-hukum syariat, seperti halal dan haram, dan bukan untuk menetapkan aqidah-aqidah).

Para imam seperti Ahmad bin hambal, Abdullah bin al Mubarak berkata: "Apabila kami meriwayatkan hadits tentang halal, haram dan hukum-hukum, kami perkeras sanadnya dan kami kritik rawi-rawinya. Tetapi bila kami meriwayatkan tentang keutamaan, pahala dan siksa kami permudah dan kami perlunak rawi-rawinya."

Karena itu, Ibnu Hajar Al Asqalany termasuk ahli hadits yang membolehkan berhujjah dengan hadits dhoif untuk fadla'ilul amal. Ia memberikan 3 syarat dalam hal meriwayatkan hadits dhoif, yaitu:

  1. Hadits dhoif itu tidak keterlaluan. Oleh karena itu, untuk hadits-hadits dhoif yang disebabkan rawinya pendusta, tertuduh dusta, dan banyak salah, tidak dapat dibuat hujjah kendatipun untuk fadla'ilul amal.
  2. Dasar amal yang ditunjuk oleh hadits dhoif tersebut, masih dibawah satu dasar yang dibenarkan oleh hadits yang dapat diamalkan (shahih dan hasan)
  3. Dalam mengamalkannya tidak mengitikadkan atau menekankan bahwa hadits tersebut benar-benar bersumber kepada nabi, tetapi tujuan mengamalkannya hanya semata mata untuk ikhtiyath (hati-hati) belaka.


Klasifikasi hadits dari segi sedikit atau banyaknya rawi :


[1] Hadits Mutawatir: adalah suatu hadits hasil tanggapan dari panca indra, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat dusta.

Syarat syarat hadits mutawatir

  1. Pewartaan yang disampaikan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan panca indra. Yakni warta yang mereka sampaikan itu harus benar benar hasil pendengaran atau penglihatan mereka sendiri.
  2. Jumlah rawi-rawinya harus mencapai satu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka bersepakat bohong/dusta.
  3. Adanya keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam lapisan pertama dengan jumlah rawi-rawi pada lapisan berikutnya. Kalau suatu hadits diriwayatkan oleh 5 sahabat maka harus pula diriwayatkan oleh 5 tabi'in demikian seterusnya, bila tidak maka tidak bisa dinamakan hadits mutawatir.

[2] Hadits Ahad: adalah hadits yang tidak memenuhi syarat syarat hadits mutawatir.

Klasifikasi hadits Ahad

  1. Hadits Masyhur: adalah hadits yang diriwayatkan oleh 3 orang rawi atau lebih, serta belum mencapai derajat mutawatir.
  2. Hadits Aziz: adalah hadits yang diriwayatkan oleh 2 orang rawi, walaupun 2 orang rawi tersebut pada satu thabaqah (lapisan) saja, kemudian setelah itu orang-orang meriwayatkannya.
  3. Hadits Gharib: adalah hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan, dimana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi.


Hadits Qudsi atau Hadits Rabbani atau Hadits Ilahi

Adalah sesuatu yang dikabarkan oleh Allah kepada nabiNya dengan melalui ilham atau impian, yang kemudian nabi menyampaikan makna dari ilham atau impian tersebut dengan ungkapan kata beliau sendiri.

Perbedaan Hadits Qudsi dengan hadits Nabawi

Pada hadits qudsi biasanya diberi ciri ciri dengan dibubuhi kalimat-kalimat :

  • Qala ( yaqalu ) Allahu
  • Fima yarwihi 'anillahi Tabaraka wa Ta'ala
  • Lafadz lafadz lain yang semakna dengan apa yang tersebut diatas.

Perbedaan Hadits Qudsi dengan Al-Qur'an:

  • Semua lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah mukjizat dan mutawatir, sedang hadits qudsi tidak demikian.
  • Ketentuan hukum yang berlaku bagi Al-Qur'an, tidak berlaku pada hadits qudsi. Seperti larangan menyentuh, membaca pada orang yang berhadats, dll.
  • Setiap huruf yang dibaca dari Al-Qur'an memberikan hak pahala kepada pembacanya.
  • Meriwayatkan Al-Qur'an tidak boleh dengan maknanya saja atau mengganti lafadz sinonimnya, sedang hadits qudsi tidak demikian.


Bid'ah

Yang dimaksud dengan bid'ah ialah sesuatu bentuk ibadah yang dikategorikan dalam menyembah Allah yang Allah sendiri tidak memerintahkannya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak menyontohkannya, serta para sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak menyontohkannya.

Kewajiban sebagai seorang muslim adalah mengingatkan amar ma'ruf nahi munkar kepada saudara-saudara seiman yang masih sering mengamalkan amalan-amalan ataupun cara-cara bid'ah.

Alloh berfirman, dalam QS Al-Maidah ayat 3, "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu." Jadi tidak ada satu halpun yang luput dari penyampaian risalah oleh Nabi. Sehingga jika terdapat hal-hal baru yang berhubungan dengan ibadah, maka itu adalah bid'ah.

"Kulu bid'ah dholalah..." semua bid'ah adalah sesat (dalam masalah ibadah). "Wa dholalatin fin Naar..." dan setiap kesesatan itu adanya dalam neraka.

Beberapa hal seperti speaker, naik pesawat, naik mobil, pakai pasta gigi, tidak dapat dikategorikan sebagai bid'ah. Semua hal ini tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk ibadah yang menyembah Allah. Ada tata cara dalam beribadah yang wajib dipenuhi, misalnya dalam hal sembahyang ada ruku, sujud, pembacaan al-Fatihah, tahiyat, dst. Ini semua adalah wajib dan siapa pun yang menciptakan cara baru dalam sembahyang, maka itu adalah bid'ah. Ada tata cara dalam ibadah yang dapat kita ambil hikmahnya. Seperti pada zaman Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menggunakan siwak, maka sekarang menggunakan sikat gigi dan pasta gigi, terkecuali beberapa muslim di Arab, India, dst.

Menemukan hal baru dalam ilmu pengetahuan bukanlah bid'ah, bahkan dapat menjadi ladang amal bagi umat muslim. Banyak muncul hadits-hadits yang bermuara (matannya) kepada hal bid'ah. Dan ini sangat sulit sekali untuk diingatkan kepada para pengamal bid'ah.


Apakah yang menyebabkan timbulnya Hadits-Hadits Palsu?

Didalam Kitab Khulaashah Ilmil Hadits dijelaskan bahwa kabar yang datang pada Hadits ada tiga macam:

  1. Yang wajib dibenarkan (diterima).
  2. Yang wajib ditolak (didustakan, tidak boleh diterima) yaitu Hadits yang diadakan orang mengatasnamakan Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.
  3. Yang wajib ditangguhkan (tidak boleh diamalkan) dulu sampai jelas penelitian tentang kebenarannya, karena ada dua kemungkinan. Boleh jadi itu adalah ucapan Nabi dan boleh jadi pula itu bukan ucapan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (dipalsukan atas nama Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam).

Untuk mengetahui apakah Hadits itu palsu atau tidak, ada beberapa cara, diantaranya:

  1. Atas pengakuan orang yang memalsukannya. Misalnya Imam Bukhari pernah meriwayatkan dalam Kitab Taarikhut Ausath dari 'Umar bin Shub-bin bin 'Imran At-Tamiimy sesungguhnya dia pernah berkata, artinya: Aku pernah palsukan khutbah Rosululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Maisaroh bin Abdir Rabbik Al-Farisy pernah mengakui bahwa dia sendiri telah memalsukan Hadits hadits yang berhubung-an dengan Fadhilah Qur'an (Keutamaan Al-Qur'an) lebih dari 70 hadits, yang sekarang banyak diamalkan oleh ahli-ahli Bid'ah. Menurut pengakuan Abu 'Ishmah Nuh bin Abi Maryam bahwa dia pernah memalsukan dari Ibnu Abbas beberapa Hadits yang hubungannya dengan Fadhilah Qur'an satu Surah demi Surah. (Kitab Al-Baa'itsul Hatsiits).
  2. Dengan memperhatikan dan mempelajari tanda-tanda/qorinah yang lain yang dapat menunjukkan bahwa Hadits itu adalah Palsu. Misalnya dengan melihat dan memperhatikan keadaan dan sifat perawi yang meriwayatkan Hadits itu.
  3. Terdapat ketidaksesuaian makna dari matan (isi cerita) hadits tersebut dengan Al-Qur'an. Hadits tidak pernah bertentangan dengan apa yang ada dalam ayat-ayat Qur'an.
  4. Terdapat kekacauan atau terasa berat didalam susunannya, baik lafadznya ataupun ditinjau dari susunan bahasa dan Nahwunya (grammarnya).

Sebab-sebab terjadi atas timbulnya Hadits-hadits Palsu

  • Adanya kesengajaan dari pihak lain untuk merusak ajaran Islam. Misalnya dari kaum Orientalis Barat yang sengaja mempelajari Islam untuk tujuan menghancurkan Islam (seperti Snouck Hurgronje).
  • Untuk menguatkan pendirian atau madzhab suatu golongan tertentu. Umumnya dari golongan Syi'ah, golongan Tareqat, golongan Sufi, para Ahli Bid'ah, orang-orang Zindiq, orang yang menamakan diri mereka Zuhud, golongan Karaamiyah, para Ahli Cerita, dan lain-lain. Semua yang tersebut ini membolehkan untuk meriwayatkan atau mengadakan Hadits-hadits Palsu yang ada hubungannya dengan semua amalan-amalan yang mereka kerjakan. Yang disebut 'Targhiib' atau sebagai suatu ancaman yang yang terkenal dengan nama 'At-Tarhiib'.
  • Untuk mendekatkan diri kepada Sultan, Raja, Penguasa, Presiden, dan lain-lainnya dengan tujuan mencari kedudukan.
  • Untuk mencari penghidupan dunia (menjadi mata pencaharian dengan menjual hadits-hadits Palsu).
  • Untuk menarik perhatian orang sebagaimana yang telah dilakukan oleh para ahli dongeng dan tukang cerita, juru khutbah, dan lain-lainnya.


Hukum meriwayatkan Hadits-hadits Palsu

  • Secara Muthlaq, meriwayatkan hadits-hadits palsu itu hukumnya haram bagi mereka yang sudah jelas mengetahui bahwa hadits itu palsu.
  • Bagi mereka yang meriwayatkan dengan tujuan memberi tahu kepada orang bahwa hadits ini adalah palsu (menerangkan kepada mereka sesudah meriwayatkan atau mebacakannya) maka tidak ada dosa atasnya.
  • Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau mereka mengamalkan makna hadits tersebut karena tidak tahu, maka tidak ada dosa atasnya. Akan tetapi sesudah mendapatkan penjelasan bahwa riwayat atau hadits yang dia ceritakan atau amalkan itu adalah hadits palsu, maka hendaklah segera dia tinggalkannya, kalau tetap dia amalkan sedang dari jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali, maka hukumnya tidak boleh (berdosa - dari Kitab Minhatul Mughiits).