Selasa, 26 Januari 2010

jarh wa ta'dil

• Al-Jarh wat-Ta’dil adalah ilmu yang menerangkan tentang cacat-cacat yang dihadapkan kepada para perawi dan tentang penta’dilannya (memandang lurus perangai para perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan untuk menerima atau menolak riwayat mereka.
• Tingkatan perawi itu berbeda-beda : Diantara mereka Ats-Tsabt (yang teguh), Al-Hafidh (yang hafalannya kuat), Al-Wari’ (yang shalih/hati-hati), Al-Mutqin (yang teliti), An-Naqid (yang kritis terhadap hadits).
• Para ulama membolehkan Al-Jarh wat-Ta’dil untuk menjaga syari’at/agama ini, bukan untuk mencela manusia. Dan sebagaimana dibolehkan Jarh dalam persaksian, maka pada perawi pun juga diperbolehkan; bahkan memperteguh dan mencari kebenaran dalam masalah agama lebih utama daripada masalah hak dan harta.
• Para ulama’ menetapkan tingkatan lafadh Jarh dan Ta’dil, dan lafadh-lafadh yang menunjukkan pada setiap tingaktan. Tingkatan Ta’dil ada enam tingkatan, begitu pula dengan Jarh (ada enam tingkatan).
• Sebagian besar metode yang dipakai oleh para pengarang dalam menulis kitab al-Jahr wa at-Ta’dil adalah mengurutkan nama para perawi sesuai dengan huruf kamus (mu’jam).

Dalil jarh wa ta'dil

Diantara landasan syariat yang dipertimbangkan dalam pelaksanaan al-jarh wat ta’dil ini adalah:

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
يآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنْ جآءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيْبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِيْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Al-Hujurat: 6)

Ayat ini adalah dalil yang tegas tentang wajibnya tabayyun, tatsabbut (meneliti kebenaran berita) dari seseorang yang fasik. Dan mafhum3 dari ayat ini, semua berita dari orang yang tsiqah (terpercaya) diterima.
Kemudian sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang dijadikan dasar (hukum) tentang perlunya penilaian dhabith (kekuatan hafalan):
نَضَّرَ اللهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا شَيْئًا فَبَلَّغَهُ كَمَا سَمِعَ فَرُبَّ مُبَلِّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ
“Semoga Allah mencerahkan wajah orang yang mendengar sesuatu dari kami, kemudian dia menyampaikan (kepada orang lain) sebagaimana yang dia dengar. Bisa jadi orang yang diberi kabar darinya lebih paham dari dia (yang mendengar langsung).” (HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan lainnya dari Jubair bin Muth’im, Zaid bin Tsabit, Ibnu Mas’ud, Mu’adz bin Jabal dan lain-lain. Dikatakan oleh At-Tirmidzi: “Hadits Hasan.”) (4)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim (1/83) mengatakan: “Jadi, al-jarh (kritik) terhadap para rawi yang menukilkan suatu berita atau riwayat adalah boleh. Bahkan wajib, berdasarkan kesepakatan (para ulama) karena adanya kebutuhan darurat yang memang mengharuskannya, demi melindungi syariat yang mulia ini.”
Kemudian beliau melanjutkan: “Wajib atas seorang kritikus untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam men-jarh (mengkritik) seseorang. Perlu adanya tatsabbut (meneliti kebenaran berita), berhati-hati, tidak bermudah-mudah dalam men-jarh orang yang (sebetulnya) selamat (bersih) dari jarh (cacat). Atau merendahkan orang-orang yang tidak tampak kekurangannya, karena kerusakan akibat jarh ini sangat besar. Dan dia akan menggugurkan semua hadits atau riwayat dari rawi tersebut, yang tentunya akan menggugurkan sunnah-sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.” (5)

Senin, 25 Januari 2010

Tahammulul hadits,cara menerima dan menyampaikan hadits

T ahammul al hadits wa ada-uhu (cara menerima dan meriwayatkan hadits )

Definisi TAHAMMUL al HADITS (menerima hadits)

Menurut Bahasa : Tahammul berasal dari kata ( mashdar)i : تَحَمَّلَ يَتَحَمَّلُ تَحَمُّلاً yang berarti menanggung, membawa,atau biasa diterjemahkan dengan menerima.
Menurut Istilah : mempelajari sebuah hadits dari seorang syeikh.

Definisi ADA’ UL HADITS (Menyampaikan)

Menurut Bahasa : Menyampaikan sesuatu dan menunaikannya.
Menurut istilah : Menyampaikan sebuah hadits setelah mengembannya.

Methode dan kalimat yang digunakan dalam Tahammul dan Ada’ 8 macam :

1.SAMA’,Mendengarkan langsung hadits langsung dari syekh.

Prakteknya :

Seorang syeikh membaca hadits dan seorang murid mendengarkannya, baik dia membaca dari kitabnya atau dari hafalannya.Di Pesantren pesantren Indonesia. cara ini disebut Bandungan/Bandongan.
Jika murid itu meriwayatkan dengan cara ini, maka dia hendaknya berkata : Sami’tu ….“Aku mendengar atau dia bercerita kepadaku”, jika dia sendirian. Atau : “Dia bercerita kepada kami”, jika ada orang lain bersamanya.(bahasa yang biasa digunakan : Sami’tu,Sami’na,Haddatsanii,Haddatsanaa,Akhbaronii,Akhbaronaa,Anba-anii,Anba-anaa,Qoola lii,Qoola lanaa,Dzakaro lii,Dzakaro lanaa)

2.AL-‘ARDH (membaca di depan syeikh)
Di pesantren pesantren, Method ini diistilahkan dengan “Ngaji Sorogan”

Prakteknya :

Seorang murid atau orang lain membaca hadits-hadits yang diriwayatkan oleh seorang syeikh,sementara syeikh mendengarkan bacaan muridnya, baik bacaan itu berasal dari hafalan atau dari sebuah kitab, baik seorang syeikh itu mengoreksi pembaca itu dari hafalannya sendiri atau dia memegang kitabnya.

Kata-kata yang digunakan ketika menyampaikannya.

Jika seorang murid akan meriwayatkan dari syeikh dengan metode ini, maka dia dapat berkata : Qoro’tu, “Aku membaca di hadapan syeikh” atau Quri’a ‘alayya“ Dibacakan di hadapannya dan aku mendengar”.atau Anba-ani

3. AL-IJAZAH (pemberian ijin)

Prakteknya :
Seorang syeikh berkata kepada salah seorang muridnya : “Aku mengijinkan kamu untuk meriwayatkan hadits-haditsku atau kitab-kitabku dariku”.

Hukum meriwayatkan hadits dengan metode ini.

Para ulama berbeda pendapat tentang kebolehannya, yaitu :
1). Tidak boleh. Ibnu Hazm berkata : “Itu adalah bid’ah, tidak boleh”.
2). Boleh. Dan ini adalah pendapat jumhur.

4.AL-MUNAWALAH (Memberikan)

Prakteknya : ada dua macam,

1).Munawalah yang diiringi dengan ijazah
a). Prakteknya, seorang syeikh memberikan sebuah kitab kepada seorang murid dan dia berkata : “Ini adalah yang aku dengarkan dari fulan atau ini adalah karanganku. Maka riwayatkanlah dariku”.
b). Hukum meriwayatkannya adalah boleh menurut jumhur.

2) Munawalah yang tidak diirngi dengan ijazah

Prakteknya,

Seorang syeikh memberikan sebuah kitab kepada seorang murid dan dia berkata : “Ini adalah hadits yang aku dengarkan”.

Hukum meriwayatkannya
tidak boleh menurut jumhur ahli hadits, ahli fiqih dan ushul fiqih.

Kata-kata yang digunakan untuk menunaikannya.

1). Naawalanii Hadzal kitab “Si Fulan telah memberikan kitab kepadaku”.
2). “Dia bercerita kepadaku dengan metode munawalah” atau dia bercerita kepadaku dengan metode munawalah”.

5.AL-KITABAH (tulisan),

Prakteknya ada 2 (dua) dua macam, yaitu

1).Kitabah yang diirngi dengan ijazah

Bentuknya a, seorang syeikh menulis haditsnya dengan tangannya atau mengijinkan seseorang kepercayaannya untuk menulis dan mengirimkannya kepada muridnya dan mengijinkannya untuk meriwayatkan darinya.

Hukum meriwayatkannya :
boleh.Imam Bukhari berkata : “Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini”.

2).Kitabah yang tidak diiringi dengan ijazah

Prakteknya, seorang syeikh menulis haditsnya dengan tangannya atau mengijinkan seseorang kepercayaannya untuk menulis hadits dan mengirimkannya kepada muridnya dan dia tidak mengijinkannya untuk meriwayatkannya darinya.
Hukum meriwayatkannya ada dua :
Boleh. Ini adalah pendapat kebanyakan ulama
Tidak boleh

Kata-kata yang digunakan

Jika seorang murid akan meriwayatkan dengan metode ini, maka dia boleh berkata :
1).“Telah ditulis kepada seseorang”.
2). “Fulan bercerita kepadaku dengan cara tulisan” atau “dia memberitahu kepadaku dengan cara tulisan”.

6. AL-I’LAM (Pemberitahuan)

Prakteknya :
Seorang syeikh memberitahukan kepada seorang murid bahwa hadits-hadits ini dia dengarkan dari fulan atau kitab ini dia riwayatkan dari fulan, baik dia mengijinkan untuk meriwayatkan darinya atau tidak.

Hukum meriwayatkannya ada (dua)

1). Boleh
2). Tidak boleh, kecuali jika syeikh itu mengijinkannya. Ini adalah pendapat kebanyakan ahli hadits, fiqih dan ushul fiqih.

Kata-kata yang digunakan Seorang murid berkata :
“Syeikhku memberitahukan kepadaku dengan ini … “.

7. AL-WASHIYYAH(wasiat/mewasiatkan)

Prakteknya

seorang syeikh memberikan wasiat kepada seseorang dengan sebuah kitab yang dia riwayatkan sebelum kematiannya atau sebelum kepergiannya kepada seseorang.

Hukum meriwayatkannya ada 2 (dua) :

1).Boleh. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syeikh Ahmad Syakir. Ibnu Sholah berkata : “Ini
jauh sekali”. An Nawawi berkata : “Ini adalah kesalahan. Yang benar adalah tidak
boleh”.

2).Tidak boleh. kecuali jika murid itu mendapatkan ijin (ijazah) dari syeikh itu.

8. A-WIJADAH (menemukan)

Prakteknya

Seorang murid menemukan sebuah hadits atau sebuah kitab yang ditulis oleh seseorang yang dia tidak mendengar secara langsung darinya dan dia tidak mendapatkan ijazah darinya.

Hukum meriwayatkannya :
tidak boleh.

Kata-kata yang digunakan untuk menunaikannya

Jika seorang murid hendak meriwayatkan dari seorang syeikh dengan metode ini, maka dia boleh berkata : “Aku menemukan tulisan seseorang”.

Disarikan dari kitab Ilmu Mushtholahil hadits.A.Qodir Hassan.

Sabtu, 09 Januari 2010

Ilmu Hadits dan istilah istilahnya

Hadits.

Secara istilah hadits berarti segala yang disandarkan kepada nabi saw.baik berupa ucapan,perbuatan atau takrir.
Istilah lain bagi hadits adalah sunnah,Atsar,dan khabar.
• Sunnah secara bahasa berarti tradisi atau sesuatu yang biasa dilakukan nabi.Secara istilah adalah segala apa yang dinukilkan dari nabi Baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapan,pengajaran,sifat,kelakuan,perjalnan hidup baik sebelum menjadi nabi atau sesudahnya..
• Khabar.secara bahasa adalah berita yang disampaikan dari seseorang kepada seseorang.Secara istilah adalah : segala berita yang disampaikan baik dari nabi,tabi’in ataupu tabi’in.
• Atsar. Secara bahasa berarti bekasan sesuatu atau sisa sesuatu.Secara istilah sama seperti hadits dan khabar.

Sunnah terbagi menjadi empat.yaitu.sunnah qawliyah ( sunnah ucapan),sunnah fi’liyah ( sunnah perbuatan).Sunnah taqiriyah ( ketetapan nabi),dan sunnah Hammiyah yaitu sesuatu yang pernah diniatkan nabi untuk dilakukan,akan tetapi sebelum sempat nabi melakukannya,beliau meninggal dunia.
Contoh contoh.

Contoh hadits/Sunnah ucapan :
أنماالاعمال بالنيات
Contoh hadits perbuatan :
صلوا كما رأيتموني اصلى
Dalam urusan haji nabi bersabda :
خدوا عني مناسككم
Contoh sunnah taqrir :
Nabi melihat sahabatnya memakan binatang dhob(hewan seperti biyawak),tetapi nabi membiarkannya,beliau tidak melarangnya atau mengharamkannya.,

Ilmu Hadits terbagi menjadi dua :

1. Ilmu hadits diroyah,yaitu ilmu yang membahas tentang kaidah kaidah husus yang dengan kaidah itu dapat diketahui hal sanad,matan,cara menerima dan menyampaikan hadits,sifat sifat rawi dll.

2. Ilmu hadits riwayah,yaitu ilmu yang menjelaskan periwayatan sabda nabi,perbuatn atau hal hal yang beliau benarkan (Taqrir
Orang yang pertama kali meletakkan ilmu ini adalah Abu MuhammadHasan bin
Abdurrhman al Khallad arromahrumuzi.)

Unsur unsur hadits adalah : matan,sanad,rawi,isnad

• Matan adalah teks hadits.
• Sanad adalah rangkaian/deretan para periwayata hadits sampai kepada nabi.
• Rawi adalah orang yang meriwayatkan hadits
• Musnid adalah orang yang menyandarkan hadits
• Isnad adalah nabi dari sebuah rentetan sanad.
Contoh : jika ada se
buah hadits,maka tidak sepi dari unsure unsure tersebut.misalnya :
أنماالاعمال بالنيات
“Sah tidaknya Segala amalan itu tergantung pada niat”HR.Bukhari dan Muslim.
Kalimat innamal a’maalu binniyyaat adalah matan.Bukhari dan Muslim adalah Rawi.

Hadits, jika dilihat dari segi kwalitas rawinya maka akan terbagi menjadi : Hadits shahih,hadits hasan dan Hadits Dhaif.
Syarat syarat rawi dapat diterima haditsnya :

1. Al-‘Adl(yang adil),maksudnya seorng rawi haruslah seorang yang sudah baligh,berakal,tidak melakukan dosa dosa dan selamat dari dari sesuatu yang dapat mengurangi kesempurnan dirinya.
2. Dhabith.artinya seorag yang hapal.Dhabit terbagi dua macam :

• Dhabit Shadran ,orang yang hapal betul apa yang dia dengar sehingga dapat mengeluarkan hapalannya jika diperlukan.(hapal diluar kepala)
• Dhabit Kitaaban,yaitu seseorang memelihara betul kitabnya sejak dia mendengar apa yang tertulis dalam kitab itu sehingga hapal benar tempat dan halaman hadits tertentu,.jika satu saat di diminta menyebutkan hadits tersebut,maka dia langsung membuka halaman dimana hadits dimaksud terdapat.
3. Syudzudz.artinya keganjilan keganjilan.penyimpangan penyimpangan.jika sebuah hadits tidak menyimpang dari hadits lain,maka ia bias dikatakan hadits shahih.
4. Illah qadihah.illat artinya penyakit.qadihah artinya yang tercela.misalnya ada sebuah hadits yag sepintas secara dzahir kelihatan sempurna(bersambung sanadnya),akan tetapi setelah diteliti ternyata terputus.Atau sebuah kialimat yang semestinya perkataan sahabat tetpi ternyata perkataan nabi,atau sebaliknya.
.
Kitab Kitab Hadits Mu’tabar.

Yang dimaksud kitab Mu’tabarah adalah kitab yang dikui keberadannya sebagai rujukan hokum,jika demikian maka kitab ini sering digunakan para ulama.

Kutubussittah ( kitab enam)
Yang dimaksud kutubussuttah adalah kitab karya par imam hadits.kitab kitab itu adalah
1. kitab shahih Bukhori
2. Kitab Shahih Muslim
3. Kitab Shahih Abu Daud
4. Kitab Shahih Tirmidzi
5. Kitab Shahih Ibnu Maajah
6. Kitab Shahih Ibnu Hibban

Kutubbuttis’ah ( kitab hadits yang sembilan )
Kitab enam yang tersebut diatas ditambah dengan :
1. Kitab Muwattha’
2. Imam addaarimi

Hadits Muatawatir
Secara garis besar Mutawatir ialah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok ulama adil dari kelompok ulama yang juga bersifat adil yang tidak dimungkinkan mereka bersepakat berdusta.sampai kepada ahir sanad (Nabi).Dengan demikian maka hadits akan dikatakan Mutawatir jika memenuhi syarat syarat sbb :
• Diriwayatkan oleh orang banyak.
• Mereka bersifat adil sehingga mustahil mereka berdusta.
• Sanadnya bersambung sampai kepada nabi.

Hadits Mutawatir tebagi menjadi dua,
1. Mutawatir lafdzi,yaitu hadits yang redaksinya (susunan kata katanya) menggunakan kalimat yang sama atau hampir sama.seperti hadits : Barangsiapa yang berdusta atasnamaku,maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka.Hadits ini diriwayatkan dari jalan seratus sahabat
2. Mutawatir Ma’nawi yaitu hadits mutawatir yang maknanya sama tetapi kalimatnya berbeda.seperti hadits yang menceritakn tentang shalat maghrib.dalmmeriwayatkan shalat maghrib ini mereka berbeda beda redaksinya.antara lain dikatakan bahwa :
• Nabi melakukan shalat maghrib di hadhor ( tidak dalam perjalanan)
• Ketika nabi bepergian,beliau melaksanakan shalat maghrib.
• Maghrib dilakukan tiga rakat.
• Para shabat melaksanakan shalat maghrib tiga rakaat dan nabi melihatnya.
Hadits hadits ini diriwayatkan dengan berbagai kalimat,tetapi maksudnya sama.

Hadits Ahad yaitu hadits yang bukan mutawatir.hadits ini ada tiga macam :
1.Hadits Masyhur.2.Hadits 'Aziz dan 3.Hadits Gharib.

Hadits Masyhur.

Hadits Masyhur secara baasa berarti yang terkenal.Secara istilah yaitu hadits yang diriwayatkan dengan tiga sanad yang berlainan rawinya.Seperti hadits : Seorang muslim yang paripurna ialah orang yang orang lain selamat dari gangguan lidah dan tangannya (tidak pernah menyakiti orang lain). Hadits ini diriwayatkan oleh imam Bikhori,Muslim dan Tirmidzi dengan berlainan sanadnya.Gambarnnya seperti ini :

NABI
1.Abdullah bin 'Amr
2.Asy-sya'by
3.Abdullah bin Abisshafar
4.Syu'bah
5.Adam.


IMAM BUKHORI 1.Abu Musa
2.Abu Burdah
3.Abu Burdah b.Abdulloh b.Abi Burdah
4.Yahya
5.Sa'id

IMAM MUSLIM 1.Abu Hurairah
2.Abu Shalih
3.Al Qo'qo'
4.Ibnu 'Ajlan
5.Allasyts
6.Qutaibah

IMAM TIRMIDZI

Keterangan :
• Hadits ini mempunyai tiga sanad,tetapi nama namanya berbeda.
• Hadits diatas adalah contoh hadits Masyhur yang shahih karena rawi rawinya adalah orang orang terpercaya.tetapi sebenarnya tidak semua hadits masyhur adalah shahih.bahkan ada yang dha'if.
• Terkadang hadits Masyhur disebut juga hadits Mustafidh.
• Perkataan masyhur terkadang juga dipakai untuk hadits yang tidak mempunyai tiga sanad,tetapi terkenal di berbagai kalangan.Mungkin masyhur dikalangan ahli hadits dan lainnya.seperti hadits Innamal a'maalu binniyat.Mungkin masyhur hanya dikalangan ahli hadits saja.seperti :Nabi berqunut selama sebulan dan mendoakan kacelakaan atas kabilah Ri'l dan Dzakwan.Mungkin terkenal dikalangan selain ahli hadits.seperti : Tidak sah shalat bagi tetangga masjid kecuai di Masjid.

Hadits 'Aziz,

Secara bahasa berarti yang sedikit,yang gagah atau yang kuat.adapun secara istilah yaitu Hadits yang diriwayatkan dengan dua sanad yang berlainan rawinya
1. Hadits Gharib


Hadza Shaihul isnad

Hadits Mursal

Secara bahasa hadits mursal berarti sesuatu yang dilepas,yang dilangsungkan.
secara istilah : Hadts yang diriwayatkan oleh seorang tabi’in secara langsung dari Nabi tanpa menyebut orang yang menceritakan kepadanya.
Contoh :
Dari Malik dari Abdillah bin Abi Bakr bin Hazm bahwa dalam surat yang Nabi Tulis kepada Ami bin Hazm (tersebut) bahwa tidak menyentuh Al-Qur’an me;ainkan orang orang yang bersih”
Abdullah bin Abi Bakr adalah seorang Tabiin, sedangkan seorang tabii tidak mungkin sezaman dengan Nabi.Jadi mestinya Abdullah menerima hadits ini dari seorang shahabi.
Hadits ini tidak dapat dijadikan sebagai hujjah agama kecuali jika dikuatkan oleh hadits lain yang shahih.

Hadits Muannan.

Hadits Muannan adalah hadits yang di dalamnya terdapat kata “Anna”atau “inna”.
Hadits Mu’an’nn yaitu hadits yang diriwayatkan dengan kata ‘An.
Hadits musalsal adalah hadits yang disampaikan dengan sifat/cara yang sama dengan ketika guru menyampaikanya.Seperti menympaikn hadits sambil berdiri karena nabi saw.ketika menyampaikannya dengan berdiri.

informasi ttg ahlak ada di http://kanguchun.bogspot.com/

musthalah hadits ringkas

Definisi Musthola'ah Hadits

HADITS ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan, taqrir, dan sebagainya.

ATSAR ialah sesuatu yang disandarkan kepada para sahabat Nabi Muhammad SAW.

TAQRIR ialah keadaan Nabi Muhammad SAW yang mendiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau diperkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau.

SAHABAT ialah orang yang bertemu Rosulullah SAW dengan pertemuan yang wajar sewaktu beliau masih hidup, dalam keadaan islam lagi beriman dan mati dalam keadaan islam.

TABI'IN ialah orang yang menjumpai sahabat, baik perjumpaan itu lama atau sebentar, dan dalam keadaan beriman dan islam, dan mati dalam keadaan islam.

MATAN ialah lafadz hadits yang diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW, atau disebut juga isi hadits.


Unsur-Unsur Yang Harus Ada Dalam Menerima Hadits

Rawi
, yaitu orang yang menyampaikan atau menuliskan hadits dalam suatu kitab apa-apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang atau gurunya. Perbuatannya menyampaikan hadits tersebut dinamakan merawi atau meriwayatkan hadits dan orangnya disebut perawi hadits.


Sistem Penyusun Hadits Dalam Menyebutkan Nama Rawi

  1. As Sab'ah berarti diriwayatkan oleh tujuh perawi, yaitu :
    1. Ahmad
    2. Bukhari
    3. Turmudzi
    4. Nasa'i
    5. Muslim
    6. Abu Dawud
    7. Ibnu Majah
  2. As Sittah berarti diriwayatkan oleh enam perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Ahmad
  3. Al Khomsah berarti diriwayatkan oleh lima perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Bukhari dan Muslim
  4. Al Arba'ah berarti diriwayatkan oleh empat perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'a) selain Ahmad, Bukhari dan Muslim.
  5. Ats Tsalasah berarti diriwayatkan oleh tiga perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Ahmad, Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah.
  6. Asy Syaikhon berarti diriwayatkan oleh dua orang perawi yaitu : Bukhari dan Muslim
  7. Al Jama'ah berarti diriwayatkan oleh para perawi yang banyak sekali jumlahnya (lebih dari tujuh perawi / As Sab'ah).

Matnu'l Hadits adalah pembicaraan (kalam) atau materi berita yang berakhir pada sanad yang terakhir. Baik pembicaraan itu sabda Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, sahabat ataupun tabi'in. Baik isi pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi, maupun perbuatan sahabat yang tidak disanggah oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam .

Sanad atau Thariq adalah jalan yang dapat menghubungkan matnu'l hadits kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam .

Gambaran Sanad

Untuk memahami pengertian sanad, dapat digambarkan sebagai berikut: Sabda Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam didengar oleh sahabat (seorang atau lebih). Sahabat ini (seorang atau lebih) menyampaikan kepada tabi'in (seorang atau lebih), kemudian tabi'in menyampaikan pula kepada orang-orang dibawah generasi mereka. Demikian seterusnya hingga dicatat oleh imam-imam ahli hadits seperti Muslim, Bukhari, Abu Dawud, dll.

Contoh:
Waktu meriwayatkan hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, Bukhari berkata hadits ini diucapkan kepada saya oleh A, dan A berkata diucapkan kepada saya oleh B, dan B berkata diucapkan kepada saya oleh C, dan C berkata diucapkan kepada saya oleh D, dan D berkata diucapkan kepada saya oleh Nabi Muhammad.

Awal Sanad dan akhir Sanad

Menurut istilah ahli hadits, sanad itu ada permulaannya (awal) dan ada kesudahannya (akhir). Seperti contoh diatas yang disebut awal sanad adalah A dan akhir sanad adalah D.

Klasifikasi Hadits

Klasifikasi hadits menurut dapat (diterima) atau ditolaknya hadits sebagai hujjah (dasar hukum) adalah:

  1. Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat dan tidak janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshohihan suatu hadits.
  2. Hadits Makbul adalah hadits-hadits yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima sebagai Hujjah. Yang termasuk hadits makbul adalah Hadits Shohih dan Hadits Hasan.
  3. Hadits Hasan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil, tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalan), bersambung sanadnya, dan tidak terdapat illat serta kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan termasuk hadits yang Makbul, biasanya dibuat hujjah buat sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau terlalu penting.
  4. Hadits Dhoif adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits Dhoif banyak macam ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan yang tidak dipenuhinya.

Syarat-syarat Hadits Shohih

Suatu hadits dapat dinilai shohih apabila telah memenuhi 5 Syarat :

  • Rawinya bersifat Adil
  • Sempurna ingatan
  • Sanadnya tidak terputus
  • Hadits itu tidak berillat dan
  • Hadits itu tidak janggal

Arti Adil dalam periwayatan, seorang rawi harus memenuhi 4 syarat untuk dinilai adil, yaitu :

  • Selalu memelihara perbuatan taat dan menjahui perbuatan maksiat.
  • Menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan santun.
  • Tidak melakukan perkara-perkara Mubah yang dapat menggugurkan iman kepada kadar dan mengakibatkan penyesalan.
  • Tidak mengikuti pendapat salah satu madzhab yang bertentangan dengan dasar Syara'.

Klasifikasi Hadits Dhoif berdasarkan kecacatan perawinya

  • Hadits Maudhu': adalah hadits yang diciptakan oleh seorang pendusta yang ciptaan itu mereka katakan bahwa itu adalah sabda Nabi SAW, baik hal itu disengaja maupun tidak.
  • Hadits Matruk: adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang dituduh dusta dalam perhaditsan.
  • Hadits Munkar: adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannya, banyak kelengahannya atau jelas kefasiqkannya yang bukan karena dusta. Di dalam satu jurusan jika ada hadits yang diriwayatkan oleh dua hadits lemah yang berlawanan, misal yang satu lemah sanadnya, sedang yang satunya lagi lebih lemah sanadnya, maka yang lemah sanadnya dinamakan hadits Ma'ruf dan yang lebih lemah dinamakan hadits Munkar.
  • Hadits Mu'allal (Ma'lul, Mu'all): adalah hadits yang tampaknya baik, namun setelah diadakan suatu penelitian dan penyelidikan ternyata ada cacatnya. Hal ini terjadi karena salah sangka dari rawinya dengan menganggap bahwa sanadnya bersambung, padahal tidak. Hal ini hanya bisa diketahui oleh orang-orang yang ahli hadits.
  • Hadits Mudraj (saduran): adalah hadits yang disadur dengan sesuatu yang bukan hadits atas perkiraan bahwa saduran itu termasuk hadits.
  • Hadits Maqlub: adalah hadits yang terjadi mukhalafah (menyalahi hadits lain), disebabkan mendahului atau mengakhirkan.
  • Hadits Mudltharrib: adalah hadits yang menyalahi dengan hadits lain terjadi dengan pergantian pada satu segi yang saling dapat bertahan, dengan tidak ada yang dapat ditarjihkan (dikumpulkan).
  • Hadits Muharraf: adalah hadits yang menyalahi hadits lain terjadi disebabkan karena perubahan Syakal kata, dengan masih tetapnya bentuk tulisannya.
  • Hadits Mushahhaf: adalah hadits yang mukhalafahnya karena perubahan titik kata, sedang bentuk tulisannya tidak berubah.
  • Hadits Mubham: adalah hadits yang didalam matan atau sanadnya terdapat seorang rawi yang tidak dijelaskan apakah ia laki-laki atau perempuan.
  • Hadits Syadz (kejanggalan): adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang makbul (tsiqah) menyalahi riwayat yang lebih rajih, lantaran mempunyai kelebihan kedlabithan atau banyaknya sanad atau lain sebagainya, dari segi pentarjihan.
  • Hadits Mukhtalith: adalah hadits yang rawinya buruk hafalannya, disebabkan sudah lanjut usia, tertimpa bahaya, terbakar atau hilang kitab-kitabnya.

Klasifikasi hadits Dhoif berdasarkan gugurnya rawi

  • Hadits Muallaq: adalah hadits yang gugur (inqitha') rawinya seorang atau lebih dari awal sanad.
  • Hadits Mursal: adalah hadits yang gugur dari akhir sanadnya, seseorang setelah tabi'in.
  • Hadits Mudallas: adalah hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan, bahwa hadits itu tiada bernoda. Rawi yang berbuat demikian disebut Mudallis.
  • Hadits Munqathi': adalah hadits yang gugur rawinya sebelum sahabat, disatu tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak berturut-turut.
  • Hadits Mu'dlal: adalah hadits yang gugur rawi-rawinya, dua orang atau lebih berturut turut, baik sahabat bersama tabi'in, tabi'in bersama tabi'it tabi'in, maupun dua orang sebelum sahabat dan tabi'in.

Klasifikasi hadits Dhoif berdasarkan sifat matannya

  • Hadits Mauquf: adalah hadits yang hanya disandarkan kepada sahabat saja, baik yang disandarkan itu perkataan atau perbuatan dan baik sanadnya bersambung atau terputus.
  • Hadits Maqthu': adalah perkataan atau perbuatan yang berasal dari seorang tabi'in serta di mauqufkan padanya, baik sanadnya bersambung atau tidak.

Apakah Boleh Berhujjah dengan hadits Dhoif ?

Para ulama sepakat melarang meriwayatkan hadits dhoif yang maudhu' tanpa menyebutkan kemaudhu'annya. Adapun kalau hadits dhoif itu bukan hadits maudhu' maka diperselisihkan tentang boleh atau tidaknya diriwayatkan untuk berhujjah. Berikut ini pendapat yang ada yaitu:

Pendapat Pertama Melarang secara mutlak meriwayatkan segala macam hadits dhoif, baik untuk menetapkan hukum, maupun untuk memberi sugesti amalan utama. Pendapat ini dipertahankan oleh Abu Bakar Ibnul 'Araby.

Pendapat Kedua Membolehkan, kendatipun dengan melepas sanadnya dan tanpa menerangkan sebab-sebab kelemahannya, untuk memberi sugesti, menerangkan keutamaan amal (fadla'ilul a'mal dan cerita-cerita, bukan untuk menetapkan hukum-hukum syariat, seperti halal dan haram, dan bukan untuk menetapkan aqidah-aqidah).

Para imam seperti Ahmad bin hambal, Abdullah bin al Mubarak berkata: "Apabila kami meriwayatkan hadits tentang halal, haram dan hukum-hukum, kami perkeras sanadnya dan kami kritik rawi-rawinya. Tetapi bila kami meriwayatkan tentang keutamaan, pahala dan siksa kami permudah dan kami perlunak rawi-rawinya."

Karena itu, Ibnu Hajar Al Asqalany termasuk ahli hadits yang membolehkan berhujjah dengan hadits dhoif untuk fadla'ilul amal. Ia memberikan 3 syarat dalam hal meriwayatkan hadits dhoif, yaitu:

  1. Hadits dhoif itu tidak keterlaluan. Oleh karena itu, untuk hadits-hadits dhoif yang disebabkan rawinya pendusta, tertuduh dusta, dan banyak salah, tidak dapat dibuat hujjah kendatipun untuk fadla'ilul amal.
  2. Dasar amal yang ditunjuk oleh hadits dhoif tersebut, masih dibawah satu dasar yang dibenarkan oleh hadits yang dapat diamalkan (shahih dan hasan)
  3. Dalam mengamalkannya tidak mengitikadkan atau menekankan bahwa hadits tersebut benar-benar bersumber kepada nabi, tetapi tujuan mengamalkannya hanya semata mata untuk ikhtiyath (hati-hati) belaka.


Klasifikasi hadits dari segi sedikit atau banyaknya rawi :


[1] Hadits Mutawatir: adalah suatu hadits hasil tanggapan dari panca indra, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat dusta.

Syarat syarat hadits mutawatir

  1. Pewartaan yang disampaikan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan panca indra. Yakni warta yang mereka sampaikan itu harus benar benar hasil pendengaran atau penglihatan mereka sendiri.
  2. Jumlah rawi-rawinya harus mencapai satu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka bersepakat bohong/dusta.
  3. Adanya keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam lapisan pertama dengan jumlah rawi-rawi pada lapisan berikutnya. Kalau suatu hadits diriwayatkan oleh 5 sahabat maka harus pula diriwayatkan oleh 5 tabi'in demikian seterusnya, bila tidak maka tidak bisa dinamakan hadits mutawatir.

[2] Hadits Ahad: adalah hadits yang tidak memenuhi syarat syarat hadits mutawatir.

Klasifikasi hadits Ahad

  1. Hadits Masyhur: adalah hadits yang diriwayatkan oleh 3 orang rawi atau lebih, serta belum mencapai derajat mutawatir.
  2. Hadits Aziz: adalah hadits yang diriwayatkan oleh 2 orang rawi, walaupun 2 orang rawi tersebut pada satu thabaqah (lapisan) saja, kemudian setelah itu orang-orang meriwayatkannya.
  3. Hadits Gharib: adalah hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan, dimana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi.


Hadits Qudsi atau Hadits Rabbani atau Hadits Ilahi

Adalah sesuatu yang dikabarkan oleh Allah kepada nabiNya dengan melalui ilham atau impian, yang kemudian nabi menyampaikan makna dari ilham atau impian tersebut dengan ungkapan kata beliau sendiri.

Perbedaan Hadits Qudsi dengan hadits Nabawi

Pada hadits qudsi biasanya diberi ciri ciri dengan dibubuhi kalimat-kalimat :

  • Qala ( yaqalu ) Allahu
  • Fima yarwihi 'anillahi Tabaraka wa Ta'ala
  • Lafadz lafadz lain yang semakna dengan apa yang tersebut diatas.

Perbedaan Hadits Qudsi dengan Al-Qur'an:

  • Semua lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah mukjizat dan mutawatir, sedang hadits qudsi tidak demikian.
  • Ketentuan hukum yang berlaku bagi Al-Qur'an, tidak berlaku pada hadits qudsi. Seperti larangan menyentuh, membaca pada orang yang berhadats, dll.
  • Setiap huruf yang dibaca dari Al-Qur'an memberikan hak pahala kepada pembacanya.
  • Meriwayatkan Al-Qur'an tidak boleh dengan maknanya saja atau mengganti lafadz sinonimnya, sedang hadits qudsi tidak demikian.


Bid'ah

Yang dimaksud dengan bid'ah ialah sesuatu bentuk ibadah yang dikategorikan dalam menyembah Allah yang Allah sendiri tidak memerintahkannya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak menyontohkannya, serta para sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak menyontohkannya.

Kewajiban sebagai seorang muslim adalah mengingatkan amar ma'ruf nahi munkar kepada saudara-saudara seiman yang masih sering mengamalkan amalan-amalan ataupun cara-cara bid'ah.

Alloh berfirman, dalam QS Al-Maidah ayat 3, "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu." Jadi tidak ada satu halpun yang luput dari penyampaian risalah oleh Nabi. Sehingga jika terdapat hal-hal baru yang berhubungan dengan ibadah, maka itu adalah bid'ah.

"Kulu bid'ah dholalah..." semua bid'ah adalah sesat (dalam masalah ibadah). "Wa dholalatin fin Naar..." dan setiap kesesatan itu adanya dalam neraka.

Beberapa hal seperti speaker, naik pesawat, naik mobil, pakai pasta gigi, tidak dapat dikategorikan sebagai bid'ah. Semua hal ini tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk ibadah yang menyembah Allah. Ada tata cara dalam beribadah yang wajib dipenuhi, misalnya dalam hal sembahyang ada ruku, sujud, pembacaan al-Fatihah, tahiyat, dst. Ini semua adalah wajib dan siapa pun yang menciptakan cara baru dalam sembahyang, maka itu adalah bid'ah. Ada tata cara dalam ibadah yang dapat kita ambil hikmahnya. Seperti pada zaman Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menggunakan siwak, maka sekarang menggunakan sikat gigi dan pasta gigi, terkecuali beberapa muslim di Arab, India, dst.

Menemukan hal baru dalam ilmu pengetahuan bukanlah bid'ah, bahkan dapat menjadi ladang amal bagi umat muslim. Banyak muncul hadits-hadits yang bermuara (matannya) kepada hal bid'ah. Dan ini sangat sulit sekali untuk diingatkan kepada para pengamal bid'ah.


Apakah yang menyebabkan timbulnya Hadits-Hadits Palsu?

Didalam Kitab Khulaashah Ilmil Hadits dijelaskan bahwa kabar yang datang pada Hadits ada tiga macam:

  1. Yang wajib dibenarkan (diterima).
  2. Yang wajib ditolak (didustakan, tidak boleh diterima) yaitu Hadits yang diadakan orang mengatasnamakan Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.
  3. Yang wajib ditangguhkan (tidak boleh diamalkan) dulu sampai jelas penelitian tentang kebenarannya, karena ada dua kemungkinan. Boleh jadi itu adalah ucapan Nabi dan boleh jadi pula itu bukan ucapan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (dipalsukan atas nama Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam).

Untuk mengetahui apakah Hadits itu palsu atau tidak, ada beberapa cara, diantaranya:

  1. Atas pengakuan orang yang memalsukannya. Misalnya Imam Bukhari pernah meriwayatkan dalam Kitab Taarikhut Ausath dari 'Umar bin Shub-bin bin 'Imran At-Tamiimy sesungguhnya dia pernah berkata, artinya: Aku pernah palsukan khutbah Rosululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Maisaroh bin Abdir Rabbik Al-Farisy pernah mengakui bahwa dia sendiri telah memalsukan Hadits hadits yang berhubung-an dengan Fadhilah Qur'an (Keutamaan Al-Qur'an) lebih dari 70 hadits, yang sekarang banyak diamalkan oleh ahli-ahli Bid'ah. Menurut pengakuan Abu 'Ishmah Nuh bin Abi Maryam bahwa dia pernah memalsukan dari Ibnu Abbas beberapa Hadits yang hubungannya dengan Fadhilah Qur'an satu Surah demi Surah. (Kitab Al-Baa'itsul Hatsiits).
  2. Dengan memperhatikan dan mempelajari tanda-tanda/qorinah yang lain yang dapat menunjukkan bahwa Hadits itu adalah Palsu. Misalnya dengan melihat dan memperhatikan keadaan dan sifat perawi yang meriwayatkan Hadits itu.
  3. Terdapat ketidaksesuaian makna dari matan (isi cerita) hadits tersebut dengan Al-Qur'an. Hadits tidak pernah bertentangan dengan apa yang ada dalam ayat-ayat Qur'an.
  4. Terdapat kekacauan atau terasa berat didalam susunannya, baik lafadznya ataupun ditinjau dari susunan bahasa dan Nahwunya (grammarnya).

Sebab-sebab terjadi atas timbulnya Hadits-hadits Palsu

  • Adanya kesengajaan dari pihak lain untuk merusak ajaran Islam. Misalnya dari kaum Orientalis Barat yang sengaja mempelajari Islam untuk tujuan menghancurkan Islam (seperti Snouck Hurgronje).
  • Untuk menguatkan pendirian atau madzhab suatu golongan tertentu. Umumnya dari golongan Syi'ah, golongan Tareqat, golongan Sufi, para Ahli Bid'ah, orang-orang Zindiq, orang yang menamakan diri mereka Zuhud, golongan Karaamiyah, para Ahli Cerita, dan lain-lain. Semua yang tersebut ini membolehkan untuk meriwayatkan atau mengadakan Hadits-hadits Palsu yang ada hubungannya dengan semua amalan-amalan yang mereka kerjakan. Yang disebut 'Targhiib' atau sebagai suatu ancaman yang yang terkenal dengan nama 'At-Tarhiib'.
  • Untuk mendekatkan diri kepada Sultan, Raja, Penguasa, Presiden, dan lain-lainnya dengan tujuan mencari kedudukan.
  • Untuk mencari penghidupan dunia (menjadi mata pencaharian dengan menjual hadits-hadits Palsu).
  • Untuk menarik perhatian orang sebagaimana yang telah dilakukan oleh para ahli dongeng dan tukang cerita, juru khutbah, dan lain-lainnya.


Hukum meriwayatkan Hadits-hadits Palsu

  • Secara Muthlaq, meriwayatkan hadits-hadits palsu itu hukumnya haram bagi mereka yang sudah jelas mengetahui bahwa hadits itu palsu.
  • Bagi mereka yang meriwayatkan dengan tujuan memberi tahu kepada orang bahwa hadits ini adalah palsu (menerangkan kepada mereka sesudah meriwayatkan atau mebacakannya) maka tidak ada dosa atasnya.
  • Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau mereka mengamalkan makna hadits tersebut karena tidak tahu, maka tidak ada dosa atasnya. Akan tetapi sesudah mendapatkan penjelasan bahwa riwayat atau hadits yang dia ceritakan atau amalkan itu adalah hadits palsu, maka hendaklah segera dia tinggalkannya, kalau tetap dia amalkan sedang dari jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali, maka hukumnya tidak boleh (berdosa - dari Kitab Minhatul Mughiits).